Tanggung Jawab Negara Terhadap Hak Konstitusional Fakir Miskin Dari Perspektif Konsel “WELFARE STATE”

  • Bagikan
Jovano Apituley (foto ist)

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP HAK KONSTITUSIONAL FAKIR MISKIN DARI PERSPEKTIF KONSEP “WELFARE STATE” (Tinjauan Kasus Kemiskinan Struktural Di Papua)

Penulis : Jovano A.A Apituley

Kemiskinan merupakan problematika yang telah lama dihadapi oleh setiap negara tak terkecuali Indonesia. Menurut Edi Suharto (2010:133) “Kemiskinan merupakan sebuah keadaan yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold)”, Sedangkan menurut Schiller (1979) ”Kemiskinan adalah ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas”.Dari kedua tanggapan ahli tersebut dapat disimpulkan definsi Kemiskinan secara umum ialah Ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan dan kesehatan. Untuk mencari tau apa penyebab Kemiskinan, penulis menggunakan Pendekatan Teori Kemiskinan Struktural karena teori ini menjadi penting dalam kaitannya dengan upaya mengatasi ketimpangan yang selama ini terjadi pada masyarakat kelas bawah khususnya. Secara singkat Kemiskinan Struktural menurut (Parsudi Suparlan ed., 1995) ialah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat, karena struktur sosialnya (kenegaraan/kemasyarakatan) membuat masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Akhir-akhir ini pengakuan terhadap adanya kemiskinan struktural di Indonesia semakin kuat. Kemiskinan yang terjadi di Indonesia dianggap sebagai Kemiskinan struktural. Yang penyebabnya antara lain ialah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang meluas dan merajalela telah menciptakan kondisi sedemikian rupa, yaitu membuat banyak orang menjadi miskin atau tetap miskin karena mereka tidak mendapatkan sumber daya yang semestinya.

Masalah Kemiskinan ini harus ditangani secara serius berkelanjutan dengan dimulai dari memelihara atau bahkan memberdayakan fakir miskin agar bisa mewujudkan Kesejahteraan Umum seperti yang terkandung dalam semangat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), dan juga seperti yang tercantum pada Konstitusi Pasal 34 UUD NRI 1945 ayat:

  1.  “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.”
  2. “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.”
  3. Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Para Fakir Miskin juga mempunyai hak-hak dasar yang dijamin oleh Konstitusi (Constitutional Rights) yang harus dipenuhi, tepatnya pada Pasal 28H UUD NRI 1945, ayat:

  1. Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan
  2. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat,
  3. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat

Pemenuhan hak-hak dasar tersebut memiliki peran strategis untuk mewujudkan Kesejahteraan Umum di Indonesia.

Fakir Miskin menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin (UU 13/2011) adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya. Permasalahan maraknya Fakir Miskin yang belum dipelihara oleh negara nyata dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat, penduduk miskin di Indonesia per September 2021 mencapai 26,50 juta orang atau 9,71 persen.Apalagi kemiskinan yang ada di daerah Papua berdasarkan Data BPS jumlah penduduk di Provinsi Papua yang hidup di bawah garis kemiskinan ada 944,49 ribu jiwa pada September 2021, Jumlah tersebut mencapai 27,38% dari total populasi. Persentase tersebut merupakan yang tertinggi dibanding 33 provinsi lainnya dan juga terdapat 895,26 ribu jiwa penduduk di perdesaan Papua yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Jumlah tersebut mencapai 36,5% dari total populasi. Dapat disimpulkan, bahwa lebih dari sepertiga penduduk di perdesaan Papua masih hidup miskin. Maka dalam proses mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat, negara Indonesia tidak bisa hanya menjadi negara dengan konsep sebagai penjaga malam, namun harus bisa menjadi Negara dengan Konsep Negara Kesejahteraan (Welfare State) yang mana pemerintah turut bertanggung jawab dalam segala sektor kehidupan rakyatnya dengan kata lain pemerintah (government) bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya, dan juga jika memakai pendekatan Teori Tujuan Negara dengan Ajaran Kebahagiaan seperti yang dinyatakan oleh John Stuart dan Jeremy Bentham yang menekankan bahwa tujuan negara ialah untuk mencapai dan menjamin kebahagiaan sebesar-besarnya bagi masyarakat (the greatest happiness of the greatest number).Oleh karena itu perlu melihat bagaimana tanggung jawab negara terhadap pemenuhan Hak Konstitusional Fakir Miskin di Indonesia khususnya Di Papua, yang didukung oleh Produk Hukum lainnya seperti UU, PP, dan sebagainy dengan kajian yang lebih dalam mengenai agar bisa menekan kurangnya angka Kemiskinan di Negara kita Tercinta ini.

1.) Bagaimana Tanggung Jawab Pemerintahan Indonesia sebagai Negara Kesejahteraan Terhadap Fakir Miskin berdasarkan Undang-undang No.13 Tahun 2011?

2.) Apa Kendala Yang Dihadapi Negara Terhadap Penananganan Fakir Miskin dalam Bidang Pendidikan & Kesehatan Di Daerah Papua?

Tanggung Jawab Negara Kesejahteraan Terhadap Fakir Miskin Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011

Bangsa Indonesia sebagai Negara yang menganut paham & konsep Negara Kesejahteraan (welfare state) dengan menggunakan model Negara Kesejahteraan Partisipatif (participatory welfare state) yang menekankan bahwa Negara Indonesia harus mengambil bagian dalam penanganan Masalah Sosial untuk dapat menjamin dan mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.dasar Teori itu dan pastinya berdasarkan Amanat UUD NRI Tahun 1945, sudah seyogyanya Indonesia mengatasi Masalah Kemiskinan melalui Penanganan & Pertanggung Jawaban terhadap Fakir Miskin di Tanah Air khususnya di Daerah Papua. Maka melalui hadirnya Undang-undang Nomor 13 tahun 2011 yang membahas mengenai penanganan fakir miskin, undang-undang ini merupakan turunan dari UUD NRI Tahun 1945 yang mempertegas bahwasanya Negara memiliki tanggung jawab penuh terhadap masyarakat fakir mikin dan terlantar agar dapat memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi mereka. Fakir miskin yang dimaksud dalam undang-undang tersebut yakni masyarakat Indonesia yang tidak memiliki pekerjaan dan juga tempat tinggal sehingga mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka ataupun keluarga.Pelaksanaan tanggung jawab fakir miskin ini juga disususun secara terencana, terstruktur, berkesinambungan, bertahap dan berkelanjutan melalui kebijakan-kebijakan Negara melalui Pemerintah dengan harapan dapat berjalan secara efektif dan bisa mencapai tujuan yang diinginkan yakni memberikan kesejahteraan sosial, ekonomi dan lain-lain bagi masyarakat.

Tanggung jawab pemerintah yang harus dipenuhi terhadap pelaksanaan penanganan fakir miskin berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin, yaitu dengan harus memenuhi berbagai macam hak yang dilaksanakan dalam bentuk, yaitu:

  • Memperoleh Pangan, sandang dan papan yang cukup.
  • Mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan.
  • Memperoleh pendidikan agar dapat menigkatkan pendapatan dan
  • menaikkan martabatnya.
  • Mendapatkan perlindungan sosial dalam memberdayakan diri dan keluarga.
  • Memperoleh pelayanan sosial melalui jaminan sosial dan rehabilitasi sosial.
  • Mendapatkan derajat kehidupan layak.
  • Lingkungan hidup yang baik dan sehat.
  • Meningkatkan kondisi kesejahteraan.
  • Mendapatkan kesempatan bekerja atau berusaha

Dari pasal diatas dapat dilihat bahwasanya negara memang memiliki peran dan tanggung jawab yang besar terhadap penjagaan, penjaminan kehidupan dan kemaslahatan masyarakatnya termasuk penjagaan terhadap kesejahteraan fakir dan miskin seperti yang dibahas dalam Undang-Undang tersebut. Fakir miskin wajib mendapatkan berbagai hak yang berhak mereka dapatkan seperti kelayakan pangan yang cukup, pakaian, dan tempat tinggal sebagai syarat utama agar dapat menjalani kehidupan yang baik. Disamping itu pemerintah juga bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan kesehatan, pendidikan, perlindungan hukum serta pekerjaan agar mereka dapat menjalani hidup secara mandiri dan dapat mensejahterakan diri serta keluarga sehingga martabat mereka terangkat yang secara tidak langsung membantu negara dalam misi penekanan angka kemiskinan.

Sebagaimana yang kita ketahui sebelumnya bahwa fakir miskin memang merupakan tanggung jawab negara untuk dipelihara kesejahteraannya dengan layak melalui asas kemanusiaan, asas keadilan sosial, asas nondiskriminasi, asas kesejahteraan, asas kesetia kawanan dan asas pemberdayaan, dan beserta berbagai strategi. Sehingga kita perlu mengetahui bentuk-bentuk tanggung jawab negara berdasarkan pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Fakir Miskin, sebagai berikut:

1.) Tanggung Jawab Negara Dalam Bentuk Pemberdayaan Kelembagaan Masyarakat.

Penguatan kelembagaan masyarakat dilakukan dengan cara memberikan bimbingan dan/atau pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi; membangun jaringan antar kelembagaan masyarakat, dan antara kelembagaan masyarakat dengan pemerintah untuk memperkuat keserasian sosial; advokasi peningkatan peran lembaga ekonomi; dan/atau memberi penyuluhan kepada lembaga masyarakat untuk membangun semangat kegotongroyongan dan kesetiakawanan sosial.

2.)Tanggung Jawab Negara Pemerintah Dalam Bentuk Peningkatan Kapasitas Untuk Pengembangan Kemampuan Dasar & Kemampuan Berusaha

Bentuk peningkatan kapasitas fakir miskin sebagaimana dimaksud di atas, adalah “upaya untuk mengembangkan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha fakir miskin antara lain melalui pelatihan keterampilan dan bantuan permodalan melalui kelompok usaha bersama. Tujuan program ini antara lain meningkatkan pendapatan anggota, meningkatkan kemampuan kelompok usaha bersama fakir miskin dalam mengakses berbagai pelayanan sosial dasar, pasar, dan perbankan, meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab sosial masyarakat dan dunia usaha dalam penanggulangan kemiskinan, serta memperluas peluang dan kesempatan pelayanan kepada fakir miskin. Sehingga dapat membantu terwujudnya Kesejahteraan Sosial.

3.)Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Bentuk Jaminan dan Perlindungan Sosial Untuk Menjamin Kesejahteraan Bagi Fakir Miskin.

Bentuk Jaminan & Perlindungan Sosial sebagaimana maksud yang di atas, yang mana Negara melalui Pemerintah wajib menjamin Kesejahteraan dan memberikan rasa aman bagi fakir miskin yang sering terancam Kesejahteraannya dikarenakan bencana alam, dampak krisis ekonomi, konflik sosial. Negara ingin mewujudkan rasa aman bagi Fakir Miskin melalui lahirnya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial yang menjelaskan bahwa “Jaminan Sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Sedangkan, perlindungan sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah risiko dari guncangan terhadap kesejahteraan sosial.

4.)Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Bentuk Mekanisme Kemitraan dan Kerja Sama Antar Pemangku Kepentingan

Melalui bentuk Collaborative Governance & Collaborative Relationship dengan para lembaga/institusi (stake holder) seperti Perguruan Tinggi, Organisasi Sosial, Organisasi Pergerakan, dan lain-lain, dapat membantu kesejahteraan fakir miskin dengan melaksanakan/menyediakan penyediaan dana kesejahteraan sosial, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penelitian dan pengembangan, peningkatan kapasitas tenaga kesejahteraan sosial, pekerja sosial profesional, relawan sosial, penyuluh sosial, pelaku penyelenggara kesejahteraan sosial dan lembaga kesejahteraan sosial, sarana dan prasarana, dan kegiatan lain sesuai kesepakatan.

Selanjutnya, Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah juga mengembangkan pola kerja sama dengan instansi lain yang berada di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang dituangkan dalam Kesepakatan Bersama / Perjanjian bersama, bentuk kerjasama sebagaimana yang dimaksud agar bisa mendapatkan berupa bantuan pendanaan, bantuan tenaga ahli, bantuan sarana dan prasarana, pendidikan, pelatihan dan penyuluhan.

Berdasarkan Amanat UU No. 13/2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin, Negara melalui Pemerintah dalam hal ini Pemerintah Daerah Papua mencoba memberikan tanggung jawab untuk memenuhi Constitutional Rights fakir miskin dengan salah bentuk tanggung jawab yaitu untuk memperoleh akses kesempatan kerja dan berusaha, memperoleh pelayanan Pendidikan, dan memperoleh pelayanan kesehatan, telah menetapkan Persasus dan Perdasi. Dimana pada Perdasus Nomor 25 Tahun 2013 mengatur pembagian serta penggunaan dana otonomi khusus. Pembagian dana otonomi khusus 20% (dua puluh persen) untuk Provinsi dan 80% (delapan puluh persen) yang ada untuk Kabupaten/Kota. Namun tetap saja belum bisa menekan angka kemiskinan yang ada di daerah Papua.

Kendala Yang Dihadapi Negara Terhadap Penanganan Fakir Miskin Dalam Bidang Pendidikan & Kesehatan Di Daerah Papua

Fenomena Kemiskinan yang terjadi merupakan suatu masalah begitu kompleks, yang mana kemiskinan ini telah berakar diberbagai sektor/bidang seperti Pendidikan & Kesehatan.Jika kita melacak lebih luas, menggali lebih dalam kita dapat menemukan bahwasannya kualitas Bidang Pendidikan & Kesehatan yang merupakan faktor penting naik atau turunnya indeks Kemiskinan dalam suatu Negara. Seperti yang dinyatakan oleh Alif Basuki menurut beliau ada 2 kendala/faktor penting yang menyebabkan kegagalan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama program-program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung fokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin, kedua adanya latar belakang paradigma dan pemahaman yang kurang tepat tentang kemiskinan itu sendiri sehingga program penanggulangan kemiskinan ini menjadi tidak tepat sasaran. Sebenarnya penanggulangan kemiskinan haruslah bersandar kepada Hak setiap orang yang telah dijamin dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia. Artinya Negara harus berusaha semaksimal mungkin memenuhi hak-hak dasar rakyatnya. Meliputi hak atas pendidikan, kesehatan, perumahan, pekerjaan layak, dan lain-lain.

Tanggung Jawab dalam memberantas kemiskinan melalui penanganan fakir miskin ini bukan semata-mata hanya tanggung jawab pemerintah pusat saja namun juga bagian tanggung jawab pemerintah daerah Provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota (collaborative governance), seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Pasal 12 ayat (1) berbunyi “Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggungjawab mengembangkan potensi diri bagi perseorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat. Penangan kemiskinan dengan memenuhi hak masyarakat miskin melalui pendidikan dan pelayanan kesehatan bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja tetapi juga masyarakat (collaborative relatioship). Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah harus saling bersinergi dan memiliki rencana kerja yang terarah dan terstruktur agar hak masyarakat miskin dibidang pendidikan dan pelayanan kesehatan dapat dipenuhi secara masif. Penanganan fakir miskin dalam memenuhi hak-hak masyarakat miskin dalam bidang pendidikan dan pelayanan kesehatan memiliki beberapa kendala yang dihadapi banyak hak-hak masyarakat miskin yang belum terpenuhi dengan baik dimana masyarakat miskin masih banyak yang belum tersentuh sama sekali bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Adapun Faktor-faktor penghambat/kendala Negara dalam menangani fenomena kemiskinan lewat penanganan fakir miskin dalam bidang Pendidikan & Kesehatan khususnya di Daerah Papua, yaitu:

1.)Kendala Bidang Pendidikan:

1.)Akses Jalan, Listrik & Internet

Minimnya peningkatan akses pendidikan dirasakan masyarakat disana untuk menimba ilmu contohnya sekolah yang berada di salah satu pedalaman Papua, tepatnya di Desa Tangma, Kabupaten Yahukimo. Desa yang diapit pegunungan ini dapat ditempuh dari Wamena sekitar 3 jam dan hanya menggunakan mobil offroad atau berjalan kaki sekitar 10 jam seperti yang biasa dilakukan warga setempat. Bukan hanya permasalahan akses jalan tapi juga sulitnya akses listrik apalagi internet, membuat sekolah di papua ketinggalan informasi terkini terkait pendidikan, misalnya masih memakai kurikulum pendidikan yang lama. Mendukung fakta tersebut salah satu tenaga pendidik juga menyatakan bahwa bahkan Dinas Pendidikan setempat tidak ada yang pernah berkunjung ke desa tersebut, ujarnya.

2.)Fisik dan Prasarana Pendidikan (Mutu Sarpras dan Mutu Guru)

Di daerah Papua, perkembangan pendidikan terbilang paling memprihatinkan. Rata-rata tingkat pendidikan masyarakat Papua masih rendah. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jika lebih dari 50% anak-anak usia sekolah (3-19 tahun) tidak mendapatkan pendidikan di sekolah. Minimnya kualitas & kuantitas fasilitas prasarana pendidikan yang masih menjadi kendala utama. Di Papua, masih banyak sekolah yang berdiri seadanya dengan menggunakan tenda dan kursi yang lapuk dan juga Kualitas pengajar yang tersedia juga belum kompeten. Contohnya Untuk guru Sekolah Dasar, 40 hingga 50% belum S1 dan 50% belum mengikuti sertifikasi. Sedangkan guru taman kanak-kanak, 50 persen secara kuantitas belum berpendidikan strata satu dan belum sertifikasi.

3.)Korupsi

Masih marak terjadinya penyelewengan dengan di Korupsi oleh anggaran-anggaran oleh oknum, yang sebenarnya anggaran tersebut ditujukan untuk menunjang peningkatan mutu Sarpras/fasilitas bidang Pendidikan agar dapat memenuhi Hak-hak dasar untuk Menerima Pendidikan Secara Layak.

4.)Stigma Masyarakat

Masih banyak anak yang tidak mau melanjutkan sekolah dengan alasan ingin ikut membantu orang tua dalam mencari nafkah, sehingga kesempatan untuk mendapatkan pendidikan masih sangat rendah.

2.)Kendala Bidang Kesehatan:

1.)Ketiadaan layanan kesehatan yang memadai

Disini pentingnya kebijakan pemerintah agar dokter muda bersedia dikirim ke daerah, khususnya daerah terpencil

2.)Pola hidup masyarakat

Pola hidup masyarakat yang masih bergantung kepada alam, sehingga mereka cenderung hidup berpindah-pindah (nomaden). Karena kebiasaan ini, masyarakat menjadi rentan terhadap berbagai penyakit. Disini pemerintah perlu memikirkan agar masyarakat meninggalkan kebiasaan mereka hidup berpindah- pindah dan memikirkan tentang ketahanan pangan, terpenuhinya kebutuhan hidup mereka.

3.)Buruknya Infrastruktur di Papua.

Contohnya kebutuhan air bersih Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Agats yang bergantung dari air hujan dan berada di atas rawa. Diperlukan pemikiran tentang ketahanan pangan, perlu pula infrastruktuktur seperti penyediaan air bersih. Dan juga Unit pelayanan kesehatan di sejumlah kabupaten atau kota hanya berupa Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).

4.)Kurangnya fungsi pengawasan kebijakan yang dijalankan pemerintah

Buktinya dapat dillihat yang mana banyak Data yang menjadi ajuan yang diperoleh yang menjadi calon peserta penerima ban KIS dan bantuan PKH yang didapat dari data PPLS masih banyak yang double dan beberapa masyarakatnya adalah masyarakat mampu, dan banyak nama yang tidak sesuai dengan nama asli dari pada penerima bantuan tersebut menyebabkan menjadi sulit untuk memverifikasi.

5.)Korupsi

Sama halnya dengan kendala Pendidikan, korupsi dana/anggaran bagi peningkatan kesehatan dalam menunjang misi pemberantasan Kemiskinan sudah menjadi hal yang Lumrah bahkan sudah menjadi Budaya. Jadi sangat disayangkan Dana yang seharusnya ditujukkan untuk kesejahteraan umum malah diselewengkan untuk keuntungan Pribadi/Kelompok. Contoh dan buktinya nyata terjadi dalam kasus Korupsi Anggaran yang merupakan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang bersumber dari APBN serta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tahun anggaran 2019 di Puskesmas Wania, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.

Kesimpulannya, bentuk tanggung jawab pemerintah dalam penanganan fakir miskin berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin dilakukan dalam bentuk pemberdayaan kelembagaan masyarakat; peningkatan kapasitas fakin miskin untuk mengembangkan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha; jaminan dan perlindungan sosial untuk memberikan rasa aman bagi fakir miskin; kemitraan dan kerjasama antar pemangku kepentingan; dan koordinasi antara kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.

Pola pikir masayarakat yang lebih mementingkan mencari nafkah daripada melanjutkan pendidikan. Akses daerah yang terisolir sulitnya untuk menyalurkan bantuan untuk penanganan kemiskinan dalam memenuhi hak masyarakat miskin. Juga kurangnya Fungsi pengawasan kebijakan pemerintah pada bidang pendidikan & kesehatan sehingga membuat kebijakan tersebut kurang efektif serta merajalela-nya oknum yang melakukan Korupsi Anggaran Fasilitas/Infrastruktur Bidang Pendidikan & Kesehatan yang berakibat kurang memadai-nya Fasilitas & Infastruktur.

Saran

Supaya bentuk tanggung jawab pemerintah dalam penanganan fakir miskin tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin, perlu adanya peningkatan kerjasama antara pemerintah, pemerintah daerah, lembaga-lembaga sosial dan para pemangku kepentingan dalam upaya memfasilitasi dan mengkoordinasikan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitas untuk memenuhi kebutuhan dasar fakir miskin. Selain itu, disarankan agar supaya pemerintah dan pemerintah daerah melaksanakan tanggung jawabnya melalui pendekatan wilayah karena jumlah masyarakat yang tergolong fakir miskin sangat banyak dan tersebar di wilayah perdesaan, perkotaan, pesisir dan pulau-pulau kecil, tertinggal/terpencil, atau antar negara.

Menyamaratakan pendidikan & kesehatan serta fasilitasnya terutama di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau agar mereka bisa dan dapat pendidikan yang sesungguhnya dengan memiliki kemampuan dan pengetahuan yang baik.

Memberikan pemberdayaan kepada SDM NAKES & TENAGA PENDIDIK supaya meningkatkan mutu SDM dalam praktek lapangan untuk membantu fakir miskin di daerah Papua

Lebih Intensif dalam impelemntasi fungsi pengawasan secara berkala terhadap Kebijakan yang dijalankan dalam Bidang Pendidikan & Kesehatn agar dapat dievaluasi untuk menjadi lebih baik..

Memberantas Korupsi yang telah menggunakan dana pendidikan orang miskin, yang mengakibatkan orang miskin belum mendapatkan pendidikan yang layak.

Memperbaiki Akses jalan pada daerah-daerah terpencil agar supaya lebih mudah untuk dijangkau jika ada masalah-masalah pendidikan & kesehatan nantinya.

  • Bagikan