Pelaku Kekerasan Seksual Itu Berjubah Agama

  • Bagikan
Liana Regina Kei Mongdong (Foto istimewa)

Penulis : Liana Regina Kei Mongdong

Kekerasan seksual adalah suatu perbuatan yang menyerang fisik dan mentalitas seseorang yang didasari seksualitas dan gender. Di telinga kebanyakan masyarakat umum kekerasan seksual adalah tindakan tercela yang menyerang tubuh atau fungsi reproduksi seseorang. Perbuatan tersebut dikenal dengan pelecehan secara fisik dan pemerkosaan. Perlu diketahui, kekerasan seksual dapat terjadi tanpa kita sadari oleh pelaku yang memegang kendali terhadap diri kita. Pada hal ini saya akan membahas faktor yang paling berpengaruh terhadap pola pikir manusia pada kehidupannya, yaitu agama.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, yang disertai dengan tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dengan manusia lainnya ataupun dengan lingkungannya. Agama mempunyai peranan penting dalam mengatur/mengorganisasikan dan mengarahkan kehidupan sosial. Agama juga menolong menjaga norma-norma sosial dan kontrol sosial. Ia mensosialisasikan individu dan melakukan kontrol baik terhadap individu maupun kelompok dengan berbagai cara.

Peran agama di Indonesia sangatlah penting, sudah terpampang jelas pada sila pertama Pancasila yang berbunyi, “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sila pertama mengartikan dengan menganut kepercayaan, kehidupan warga negara republik Indonesia akan damai dan sejahtera karena setiap agama mengajari kebijaksanaan yang mengarahkan jalan nya kehidupan yang lebih terarah.

Diatas dapat dijelaskan secara tidak langsung bahwa agama merupakan wadah yang memberikan pengaruh positif bagi negara dan masyarakat Indonesia. Lantas Bagaimana jika agama digunakan manusia sebagai senjata dan tameng untuk melakukan suatu kejahatan khususnya kekerasan seksual?

Walaupun dasar negara membuktikan bahwa agama merupakan sarana bagi masyarakat dalam menjalani kehidupan yang tertata, nyatanya agama dapat menurunkan moralitas seseorang hingga mengakibatkan pertikaian, perpecahan hingga genosida antar umat beragama. Sejauh ini yang sering terdengar ditelinga khalayak umum adalah bahwa tindak kekerasan seksual dilakukan oleh mereka yang pola pikirnya masih sangat terbelakang, lingkuangan dari pelaku yang kurang didaptkannya nilai-nilai norma sosial atau bahkan lingkungan mereka yang kurang tersentuh oleh pendidikan sehingga tidak dapat membentuk pola pikir yang baik bagi generasinya. Inilah satu polarisasi yang muncul dipermukaan publik, dilingkungan kampus dan dunia instansi pekerjaan.

Kekerasan seksual terjadi karena disebabkan oleh ketimpangan relasi kuasa, dimana mahasiswa ataupun karyawan tidak memiliki otoritas yang sama sehingga kuasa atas diri mereka dikendalikan oleh mereka yang memegang otoritas yang lebih tinggi darinya.

Dapat disimpulkan ditelinga khalayak umum bahwa kekerasan seksual dilakukan oleh mereka yang pola pikirnya masih sangat terbelakang,pendidikan yang kurang, dan terbatas nya kemampuan untuk melawan pemegang otoritas. Kembali pada pertanyaan, berita-berita mengenai kekerasan seksual menampilkan jawaban ironi kepada masyarakat. Saking ironis nya, fakta yang diberitakan terdengar seperti lawakan yang sulit dipercaya kebenaran nya. Oknum-oknum yang dipercaya masyarakat memberikan arahan yang tepat menurut ajaran-ajaran agama malah memberikan contoh yang tidak baik. Lebih ironi lagi para oknum tersebut merupakan petinggi agama yang mengajar agama di instasi pendidikan. Misalnya kasus yang melibatkan pimpinan salah satu yayasan pesantren di Kota Bandung, Ia memerkosa belasan santri sejak 2016.

Mereka mempergunakan wewenang yang dimiliki sebagai senjata dan jabatan sebagai topeng untuk menutupi perbuatan tercela yang dapat mencemarkan nama baiknya. Manusia tetap manusia baik itu masyarakat biasa, pejabat, dan pendidik agama. Mereka mempunyai pendidikan yang relatif tinggi, punya khazanah keilmuan yang luas, dan mempunyai citra ditengah masyarakat sebagai orang yang “beriman”, tetapi pada faktanya, “keimanan” tersebut tidak dapat dibuktikan kemurniannya. Pada intinya, agama bukan merupakan jaminan seseorang untuk tidak melakukan kekerasan seksual. Manusia hanyalah manusia yang biasa melakukan kesalahan terhadap dirinya.

 

  • Bagikan