Ketidakpatuhan Sebuah Perguruan Tinggi terhadap Amanat Permendikbud Nomor 30 Tahun 2020 (Perihal Pembentukan Tim Satgas)

  • Bagikan
Jonathan M. Ramisan (foto ist)

Penulis: Jonathan M. Ramisan (Kadiv Kasrat LAM FH Unsrat)

1.PENDAHULUAN

Kekerasan seksual sampai dengan saat ini masihdianggap tabu dan beban bagi para korban kekerasanseksual. Para korban kekerasan seksual khususperempuan seringkali mengalami penderitaan yang berlapis. Kekerasan seksual dapat terjadi dimana pun termasuk juga di wilayah Perguruan Tinggi. MenurutMansour Fakih dalam bukunya Analisis Gender dan Tranformasi Sosial mengatakan bahwa Kekerasanmerupakan upaya penyerangan atau invasi terhadap fisikmaupun integritas mental psikologis seseorang.Membicarakan kekerasan seksual terlebih dalam ranahpublik sampai dengan saat ini masih dianggap tabu dan beban bagi para korban kekerasan seksual. Para korban kekerasan seksual khusus perempuan seringkalimengalami penderitaan yang berlapis. Sudah jelasmenjadi korban tetapi seringkali juga harus menanggungmalu atas perilaku yang tidak diinginkannya karena ulahoknum pelaku kekerasan seksual. Sering kali saat korban mengalami kekerasan seksual malah pertanyaan demi pertanyaan yang menyudutkan seringkali dilontarkankepada korban bahkan termasuk pertanyaan-pertanyaanmenyerang yang tidak ada hubungannya denganperlakuan oknum kekerasan seksual. Jaman sudahberubah dan waktu terus bergulir tetapi konstruksi sosialterhadap relasi gender antara laki-laki dan perempuanmasih sarat dengan ketidakadilan gender. Hal tersebutterbukti dari kasus-kasus kekerasan seksual yang menempatkan perempuan berada di level subordinasiyang lekat dengan stereotip negatif bahkan saat dirinyamenjadi korban kekerasan seksual sekalipun. Korban kekerasan seksual seringkali enggan untuk melaporkankarena takut malah nantinya dipermalukan atau dianggapLebayatau malah lebih miris dianggapBaperan”. 
Seringkali tindak kekerasan seksual baik verbal maupun non verbal dinormalisasi dalam pergaulan sehari-hari dan seringkali korbanya tidak dapat berbuat apa-apakarena binggung harus bagaimana dan lapor kepadasiapa agar mendapatkan perlindungan. Contoh darisederetan kasus kekerasan seksual misalnyasiulanataupanggilan “hey ceweterhadap mahasiswi yang lewatdidepan sekumpulan mahasiswa laki-laki misalnya, ataupercakapan Whatsapp antara mahasiswi dengan dosenpembimbing yang mengarah pada tindak kekerasanseksual seperti pesan bertuliskankamu cantik deh” “kamu seksi sekali foto profilenyaatau mungkin sajaajakan bertemu yang sarat dengan kekerasan seksualtetapi korban tidak sanggup menolak karena ketimpanganrelasi kuasa yang terjalin antara dosen dan mahasiswa.Disinilah urgensi adanya Satgas Pencegahan KekerasanSeksual di wilayah Perguruan Tinggi harus segeradibentuk demi melindungi hak-hak korban kekerasanseksual di Perguruan Tinggi.

Pada tanggan 03 September 2021 lalu Mahasiswa/idan seluruh elemen di seluruh
Perguruan Tinggi di Indonesia di segarkan dengan di Sahkan Sebuah Peraturan Mentri Pendidikan & kebudayaan Perihal Pencegahan & PenangananKekerasan Seksual di ranah Universitas khususnya, Sesuai dengan judul Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 yaitu tentang Pencegahan dan Penanganan KekerasanSeksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, dimana aturatersebut tentunya memiliki tujuan dalam penanganan dan pencegahan kekerasan seksual. Hal tersebut dilakukandikarenakan terdapat sejumlah kasus pelecehan seksualyang terjadi di lingkungan Perguruan Tinggi. Sesuai yang tercantum dalam Pasal 2 Permendikbud tersebut memilikitujuan : sebagai pedoman bagi Perguruan Tinggi untukmenyusun kebijakan dan mengambil tindakanPencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang terkait dengan pelaksanaan Tridharma di dalam atau di luar kampus; dan untuk menumbuhkan kehidupan kampusyang manusiawi, bermartabat, setara, inklusif, kolaboratif, serta tanpa kekerasan di antara Mahasiswa, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Kampus di PerguruanTinggi.yang kemudian Regulasi ini tentunya juga akanmelidungi segala bentuk hak dari mahasiswa,Perguruantinggi adalah wadah ataupun tempat bagi setiaporang,Mahasiswa khususnya guna menempuh Pendidikan di jenjang Perkuliahan yang kemudian setiap Universitasharuslah menjaga & menjamin segala bentuk hak dan rasa aman dari setiap Mahasiswa.UU No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia di pasal 30 “Setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram serta perlindunganterhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidakberbuat sesuatu,Dengan adanya Tim SatgasPencegahan & Pencegahan Kekerasan Seksual pastinyamenjamin hak-hak Mahasiswa khususnya sesuai apayang di atur dalam UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM.
Berbicara tentang Tim Satgas Pencegahan & Penanganan Kekerasan Seksual      
di lansir dari JawaPost.com Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim meminta agar seluruh perguruan tinggimembentuk Satgas Pencegahan dan PenangananKekerasan Seksual (PPKS). Arahan ini juga tertuangdalam Permendikbudristek 30 tahun 2021 tentangPPKS.Dirinya pun menargetkan untuk tahun ini, seluruhkampus di Indonesia sudah memiliki Satgas PPKS. Semua kampus di Indonesia wajib memiliki Satgas PPKS guna mencegah, menangani dan melindungi korban pelaku kekerasan seksual. Hal ini yang kemudian menjadisuatu kewajiban setiap Universitas di Indonesia untukmembentuk sebuah Tim Satgas sesuai AmanatPermendikbud No 30 Tahun 2021,di pasal 23 ayat (1) “Dalam Pelaksanaan Pencegahan & PenangananKekerasan Seksual Pemimpin Perguruan Tinggi Membentuk Satuan Tugas di tingkat Perguruantinggi.pasal tersebut memperjelas yang mana setiappemimpin Perguruan Tinggi harus membuat Tim SatgasGuna pelaksanaan Pencegahan & PenangananKekerasan Seksual.Universitas Sam Ratulagi Manado (Unsrat) adalah salah satu universitas yang belumMembentuk/Membuat TIM SATGAS PPKS,UNSRAT sempat membuat Tim Satgas tetapi di nilai oleh beberapaelemen mahasiswa pembentukan Tim Satgas tersebuttidak sesuai prosedural Permendikbud no 3 tahun 2021 Karena sesuai dengan aturan, harus ada panitia seleksidalam rekrutmen tim satgas sebagaimana yang diaturdalam pasal 25 mengenai tata cara pembentukan dan rekrutmen keanggotaan panitia seleksi, juga pasal 24 mengenai syarat-syarat menjadi panitia seleksi,dan dalamhal unsur-unsur yang harus di penuhi untuk menjadiAnggota Satgas di jabarkan jelas pada Permendikbud no 30 tahun 2021 tepatnya di pasal 27.Yang kemudiansampai sekarang Ketidakpatuhan sebuah PerguruanTinggi Khususnya Universitas Sam ratulagi masihberlanjut karena di nilai belum Menjalankan AmanatPermendikbud No 30 Tahun 2021 dalam hal PembentukanTim Satgas PPKS sesuai Prosedural.Adapun sanksiterhadap Universita/Perguruan Tinggi yang tidakmelaksanakan amanat Permendikbud No 30 Tahun 2021 dalam hal pembentukan Tim Satgas PPKS Bentuk sanksiadministrasifnya bisa penghentian bantuan keuangan ataubantuan sarana dan prasarana untuk PT; dan/ataupenurunan tingkat akreditasi.


A.TUJUAN PENULISAN

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan Kajian iniialah untuk mengkaji bagaimana pentingnyaPermendikbud No 30 tahun 2021 khusunya Sebuah Tim Satgas PPKS dan juga mendesak Pihak Perguruan Tinggi Khususnya Universitas Sam Ratulangi untuk membuatTim Satgas PPKS sesuai Amanat dan ProseduralPermendikbud No 30 Tahun 2021 karena di nilai pihakPerguruan Tinggi Khususnya Universitas Sam Ratulangibelum secara mas if menangani kasus Kekerasan Seksualdi ranah Perguruan Tinggi dan pembentukan Tim SatgasPPKS adalah jawaban atas permasalahan belumMasifnya pihak Perguruan Tinggi dalam menangani & mengatasi Tindakan Kekerasan Seksual.

B.RUMUSAN MASALAH

1) Apa yang menjadi Poin-poin penting dalamPermendikbud No 30 Tahun 2021?
2) Bagaimana seharusnya Perguruan Tinggi MenyikapiPermendikbud 30 Tahun 2021 dalam halPembuatan Tim Satgas PPKS?

2.PEMBAHASAN

A. Digulati selama bertahun-tahun, kekerasan seksualmasih menjadi pergumulan bangsa Indonesia hingga kini. Saat ini, menurut siaran pers Komnas Perempuan tentangCatatan Tahunan (CATAHU) 2022, tercatat sebanyak338.496 kasus kekerasan seksual yang telah diadukanpada tahun 2021. Menurut data CATAHU 2021 KomnasPerempuan, dalam kurun 10 tahun terakhir (2010-2020), angka kekerasan seksual terhadap perempuan banyakmengalami peningkatan, mulai dari 105.103 kasus pada tahun 2010 hingga mencapai 299.911 kasus pada tahun2020 atau rata-rata kenaikan 19,6% per tahunnya. Hanyapada tahun 2015 dan 2019, angka tersebut mengalamisedikit penurunan, yaitu masing-masing sebanyak 10,7% dan 22,5% kasus.Kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja, termasuk dalam lingkup pendidikan. Di antaraberbagai jenjang pendidikan, perguruan tinggi menempatiurutan pertama dalam hal terjadinya kasus kekerasanseksual terbanyak antara tahun 2015-2021 (KomnasPerempuan, 2021). Dengan Disahkannya Permendikbudno 30 Tahun 2021 seharusnya menjawab dan sedikit bisamengatasi Khasus Kekerasan Seksual khususnya di ranah Perguruan tinggi yang dalam hal ini Adapun Poin-poin penting dalam Permendikbud no 30 Tahun 2021 tersebut antara lain:

1. Fokus Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 adalahKekerasan Seksual
Nadiem menegaskan, fokus Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 adalah pada satu jenis tindak kekerasan. Peraturan tersebut tidak membahas aktivitas yang bertentangan dengan norma agama dan etika diluartindak kekerasan seksual.
“Kami ingin menegaskan kembali bahwaPermendikbud ini hanya menyasar kepada satu jeniskekerasan, yaitu kekerasan seksual dengan definisiyang sangat jelas,” jelas Nadiem.Merujuk pada Pasal1, definisi kekerasan seksual adalah setiap perbuatanmerendahkan, menghina, melecehkan, dan/ataumenyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksiseseorang, karena ketimpangan relasi kuasadan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibatpenderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggidengan aman dan optimal.
2. Prioritaskan Hak Korban
Perlindungan dan hak korban menjadi prioritas utamadalam Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021. “Target dari Permendikbud ini adalah melindungi puluhan ribubahkan ratusan ribu korban dan untuk mencegahterjadinya kontinuasi daripada korban-korban ini,” kata Nadiem.Pencegahan dan penanganankekerasan seksual dilaksanakan dengan prinsipkepentingan terbaik bagi korban, keadilan dan kesetaraan gender, kesetaraan hak dan aksesibilitasbagi penyandang disabilitas, akuntabilitas, independen, kehati-hatian, konsisten, dan jaminanketidakberulangan.
3. Sasaran Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 antara lain:Mahasiswa,. Pendidik,Tenaga Kependidikan WargaKampus; dan,Masyarakat umum yang berinteraksidengan Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan dalam pelaksanaan Tridharma.
4. Bentuk Kekerasan Seksual,Kekerasan seksual yang dimaksud dalam aturan ini mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/ataumelalui teknologi informasi komunikasi. Perbuatanverbal dan daring diikutsertakan denganpertimbangan bentuk kekerasan seksual jenis iniseringkali dianggap sepele padahal berdampak pada psikologi korban dan membatasi hak atas pendidikanatau pekerjaan akademiknya. Secara spesifik, terdapat 21 bentuk kekerasan seksual dalamPermendikbud Nomor 30 Tahun 2021 sebagaimanatercantum dalam Pasal 5.
5. Penanganan yang Wajib Dilakukan PerguruanTinggi Jika terdapat laporan kekerasan seksual, perguruan tinggi wajib melakukan penanganan yang meliputi pendampingan, perlindungan, pengenaansanksi administratif, dan pemulihan korban. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 10 hingga 19.
Pendampingan.Pendampingan berupa konseling, layanan kesehatan, bantuan hukum, advokasi, dan/atau bimbingan sosial dan rohani.
Perlindungan.Jaminan keberlanjutan pendidikanatau pekerjaan, penyediaan rumah aman, dan korban atau saksi bebas dari ancaman yang berkaitandengan kesaksian yang diberikan.
Pengenaan sanksi administratif.Sanksi terdiri daritiga golongan, yaitu ringan, sedang, dan berat. Bentuk sanksi yang dijatuhkan dilakukan secaraproporsional dan berkeadilan sesuai rekomendasisatuan tugas. Selain itu, sanksi yang diberikan tidakmengesampingkan peraturan lain.
Pemulihan korban.Melibatkan psikolog, tenagamedis, pemuka agama, dan organisasi pendampingkorban. Masa pemulihan tidak mengurangi hakpembelajaran dan/atau kepegawaian.
6. Sanksi Bukan Berorientasi pada Pelaku
Nadiem menjelaskan, sanksi yang dijatuhkan kepadapelaku harus berdasarkan dampak akibat perbuatanyang dilakukan terhadap kondisi korban dan lingkungan kampus, bukan berorientasi pada pelaku. (Pasal 14)
7. Perguruan Tinggi Wajib Bentuk Satgas
Sebagai tindak lanjut dari Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021, seluruh perguruan tinggi wajib untukmembentuk Satuan Tugas (Satgas) berdasarkanwaktu yang telah ditentukan.”Semua perguruan tinggijangan lupa wajib membuat satgas tersebut, adaproses, ada daftar sanksinya, ada perlindungankepada korban, ada tanggung jawabnya. Jadi, iniadalah suatu permen yang lengkap dari sisi apa yang harus secara spesifik dilakukan satu dua tiga itusudah sangat mendetail,” tegas Nadiem.Satgasdibentuk pertama kali melalui panitia seleksi yang bersifat ad hoc. Berdasarkan aturan pada Pasal 27, satgas terdiri dari unsur pendidik, tenagakependidikan, dan mahasiswa denganmemperhatikan keterwakilan keanggotaanperempuan, minimal dua pertiga dari jumlah anggota.Apabila dalam kurun waktu pembentukan Satgasterjadi tindak kekerasan seksual, pihak universitasdapat melaporkan kasus tersebut melalui platform LAPOR.
Nantinya, pihak kementerian akan memberikanrekomendasi terkait langkah yang harus dilakukanmelalui portal tersebut.
8. Laporan Dilakukan Tiap Semester
vRektor dan direktur perguruan tinggi diwajibkanuntuk melakukan pemantauan dan evaluasi (monev) secara rutin seluruh kegiatan pencegahan dan penangan
kekerasan seksual dan kinerja satgas di kampusnya.Berdasarkan Pasal 54 Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021, hasil monev dilaporkan setiap semester yang berupa kegiatan pencegahan kekerasanseksual, hasil survei yang dilakukan oleh satgas, data pelaporan kekerasan seksual, kegiatan penanganankekerasan seksual, dan kegiatan pencegahankeberulangan kekerasan seksual. Nadiemmenjelaskan, untuk menghindari beban administratif, sistem pelaporan hasil pencegahan dan penanganankekerasan seksual dapat dilakukan secara daring.

Poin-poin penting tersebut menjadi acuan yang baikdalam hal perguruan tinggi menyikapi Permendikbud no 30 Tahun 2022 karena menjelaskan apa yang harus di prioritaskan dalam Pelaksanaan Pencegahan KekerasanSeksual,Apa saja yang harus di lakukan Perguruantinggi,Apa saja Ruang lingkup cakupan dari Regulasitersebut,dan juga bagaimana setiap Perguruan tinggimenyikapi setiap Laporan Tindakan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi.Berangkat dari Poin-poin di atasharusnya menjadi acuan Bagi Seluruh Perguruan Tinggi Khususnya Universitas Sam Ratulangi yang dalam hal inibelum sama sekali melaksanakan poin-poin penting yang terkandung dalam Permendikbud no 30 Tahun2021,sempat sekali melaksanakan poin 7 dalam halpembentukan Tim Satgas PPKS akan tetapi Tindakan atau pembentukan Tim Satgas tersebut di nilai masih tidaksesuai procedural Permendikbud no 30 Tahun 2021.
B. Kekerasan seksual merupakan pelanggaran hakasasi manusia, kejahatan terhadap martabatkemanusiaan, serta bentuk diskriminasi yang harusdihapuskan. Banyaknya kasus kekerasan seksual dan juga pelecehan seksual yang terjadi di berbagai tempat di Indonesia. Bahkan tempat-tempat yang dianggap amanseperti lingkup pendidikan (TK, SD, SMP,SMA dan Perguruan Tinggi) tak lepas dari terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual. Pelaku dan juga korban bisa siapasaja yang ada di lingkup pendidikan tersebut, tanpamemandang bulu,Perguruan tinggi adalah salah satuRuang lingkup kehidupan yang harus menjamin Hak darisetiap orang yang tergolong di dalamnnya sesuai apayang di  atur dalam UU no 39 Tahun 1999 Tentang HakAsasi Manusia.yang kemudian untuk menjamin Hak-haktersebut khusunya di ranah Perguruan tinggi perlu adanyaTim Satgas sesuai Amanat Permendikbud No 30 Tahun2021.
Satuan Tugas Pencegahan dan PenangananKekerasan Seksual atau selanjutnya disebut SatgasPPKS adalah bagian dari Perguruan Tinggi yang berfungsisebagai pusat Pencegahan dan Penanganan KekerasanSeksual di Perguruan Tinggi.Yang prinsip dariPencegahan & Penanganannya yaknit: . Kepentinganterbaik bagi korban, Keadilan dan kesetaraan gender,Kesetaraan hak dan aksesibilitas bagi penyandangdisabilitas, Akuntabilitas,Independen,Kehati-hatian,Konsisten dan Jaminan ketidakberulangan,Yangkemudian Tugas adari pada Tim Satgas PPKS di jabarkandengan jelas pada Pasal 34 Permendikbud No 30 Tahun2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasanseksual di ranah Perguruan Tinggi.
Di Perguruan Tinggi Khususnya pada awal Februari2022 lalu Seluruh elemen yang tergolong dalamUniversitas Sam Ratulangi di hebohkan dengan beritaDugaan Tindakan pelecehan seksual oleh Tenaga Pendidik Fakultas Hukum Unsrat yang berinisialVZL,Dalam menyikapi dugaan Tindakan PelecehanSeksual tersebut pihak Universitas Sam Ratulangi sempatmembuat Tim Satgas dengan di keluarkannya Surat Keputusan (SK) Nomor 404/UN12/HK/2022 terkait strukturSatuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan PenangananKekerasan Seksual (PPKS) Unsrat. Namun SK tersebutmasih menjadi polemik di kalangan Mahasiswa, dimanabanyak yang mempertanyakan terkait TransparansiProsedur pembentukan Satgas, kualitas dan krediblitasunsur Mahasiswa yang ada dalam Satgas serta tidaksesuainya prosedur pembentukan Satgas berdasarkanPermendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021. yang pada kenyataanya Tim satgas Tersebut tidak sesuai ProseduralPermendikbud No 30 Tahun 2021.
Dalam hal Menyikapi amanat Permendikbud tersebutPihak Perguruan Tinggi wajib Membentuk Tim SatgasPPKS sesuai Prosedural,Mulai dari Pembentukan PanitiaSeleksi pada pasal 23 ayat (2),dan juga panitia seleksitersebut di jabarkan dengan jelas pada pasal 24 yakniPanitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat;
(2) memperhatikan keterwakilan keanggotaan perempuanpaling sedikit 2/3 (dua pertiga)
    dari jumlah anggota.
(3) Anggota panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas unsur:
    Pendidik, Tenaga Kependidikan,. Mahasiswa;
(4) Anggota panitia seleksi sebagaimana dimaksud ayat(1) harus memenuhi syarat:
   a. pernah mendampingi Korban Kekerasan Seksual
   b. pernah melakukan kajian tentang Kekerasan Seksual, gender, dan/atau disabilitas
   c. pernah mengikuti organisasi di dalam atau luarkampus yang fokusnya di isu
       Kekerasan Seksual, gender, dan/atau disabilitas; dan/atau
   d. tidak pernah terbukti melakukan kekerasan termasukKekerasan Seksual.
(5) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilampiri dengan dokumen
    administrasi sebagai berikut:
   a. daftar riwayat hidup
   b. surat rekomendasi dari atasan bagi calon anggotadari unsur Pendidik dan Tenaga
       Kependidikan
   c. surat rekomendasi dari Pendidik bagi calon anggotadari unsur Mahasiswa.
(6) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat ad hoc.
Tentunya Panitia Seleksi memiliki Tugas yang kemudian  tugasnya sebagai Panitia Seleksi (PANSEL) di jabarkan dengan jelas dalam Pasal 26 Permendikbud no 30 Tahun 2021.Hal ini harusnya menjadi Tamparan kerasbagi  seluruh Perguruan Tinggi yang tidak mengindahkanAmanat Permendikbud No 30 Tahun 2021 khususnyaUniversitas Sam Ratulagi yang sampai sekarang tidak adakejelasan terkait Pemenuhan atas amanat PermendikbudNo 30 Tahun 2021.
Dalam konsepsi kepatuhan Prijadarmintoberpendapat bahwa kepatuhan adalah suatu kondisi yang tercipta dan berbentuk melalui proses dari serangkaianperilaku yang menunjukkan nilainilai kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban. Sikap atauperbuatan yang dilakukan bukan lagi atau sama sekalitidak dirasakan sebagai beban, bahkan sebaliknya akanmembebani bilamana tidak dapat berbuat sebagaimanaLazimnya.Berbicara terkait Kepatuhan keadaan sekarangmenjawabKetidakpatuhanSebuah Perguruan Tingggikhususnya Universitas Sam Ratulangi karena sampai saatini tidak adanya kejelasan terkait Pembentukan Tim Satgas PPKS yang pada hakikatnya menjadi amanat dariPermendikbud no 30 Tahun 2021.Tetapi juga menjadisebuah perbuatan yang sangat baik Ketika PihakPerguruan Tinggi bisa menjalankan amanatPermendikbud no 30 Tahun 2021 yang dalam hal inimembuat Tim Satgas PPKS yang tentunya bisa menjadiangin segar bagi sebuah Perguruan Tinnggi khususnyaUniversitas Sam Ratulangi dikarenakan bentuk-bentukTindakan Kekerasan Seksual di ranah Perguruan tinggibisa di minimalisir nantinya oleh giat-giat kerja dari Tim Satgas PPKS dan juga Tim Satgas tersebut menjawabkekuathiran seluruh Mahasiswa yang sampai saat inimenantikan suatu Wadah yang bisa mengakomodir Hak-hak dari seluruh Mahasiswa.

3.KESIMPULAN
Pada hakikatnya Tindakan Kekerasan Seksualadalah suatu Tindakan yang sangat tidak terpuji dan perludi berantas habis-habisan,Karena berbicara tentangKekerasan Seksual secara tidak langsung berbicaratentang hak korban yang dalam hal ini korban yang terdampak Tindakan kekerasan seksual oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.Perguruan Tinggi seharusnyamenjadi garda terdepan dalam hal melindungi hak-hakdari setiap bagian yang tergolong di dalamnya dan untukmencapai harapan tersebut harus adanya suatuwadah/kelompok yang bisa mengakomodir ataupunmenjaga hak-hak dari seluruh bagian yang tergolongdalam suatu Perguruan Tinggi (Mahasiswa,TenagaPendidik,dan segala yang melakukan aktivitas dalamLingkungan Perguruan Tinggi).Permendikbud Ristek no 30 Tahun 2021 bisa menjadi wadah yang tepat jikalaupengimplementasian dari regulasi tersebut di laksanakan,hematnya amanat dari aturan tersebut berupapembentukan Tim Satgas PPKS dengan catatanpembentukan Tim Satgas tersebut haruslah sesuaiproseduralnya, Yang kemudian proseduralnya bisa di lihatdalam pasal 23,24,25,26,27 Permendikbud No 30 Tahun2021.Hal ini bisa menjadi landasan bahwasanyaUniversitas Sam ratulangi harus melaksanakan AmanatPermendikbud No 30 Tahun 2021 perihal PembentukanTim Satgas PPKS.

4.SARAN
Berangkat dari permasalahan di atas terkaitKetidakpatuhan sebuah Perguruan Tinggi terhadapamanat Permendikbud Ristek no 30 Tahun 2021 yang dalam hal ini untuk membuat Tim Satgas PPKS,Adapunsaran yang bisa kami berikan yang dalam hal kami sebagai Lembaga Advokasi Mahasiswa :

1. Membuat sosialisasi Tentang Pencegahan & Penanganan Kekerasan Seksual dan melakukanpemahaman kepada publik terkait Permendikbud No 30 Tahun 2021 secara menyeluruh di seluruhFakultas yag ada di Universiitas Sam Ratulangi.
2. Pihak Rektorat Universitas Sam Ratulangi MelakukanPembentukan Tim Satgas PPKS Secara Transparandan Sesuai Prosedural Permendikbud No 30 Tahun2021.
3. Pihak Universitas Menyikapi dan MelaksanakanSeluruh amanat Permendikbud no 30 Tahun 2021.(*)

DAFTAR PUSTAKA

1. UU NO 39 TAHUN 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
2. Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 TentangPencegahan & Penanganan Kekerasan Seksual di ranah Perguruan Tinggi.
3. Mansour Fakih “Analisis Gender dan TransformasiSosial”,Yokyakarta ,Pustaka Pelajar.2008
4. Arniyati, Dampak Hukuman Terhadap Santri BaruPutra di Pondok Pesantren Kramat Pasuruan, Thesis. UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,2014,31.
5. Artikel DetikEduPoin-poin penting Permendikbud No 30 Tahun 2021
  • Bagikan