Merefleksikan Semangat Hari Buruh Guna Memacu Semangat Perjuangan

  • Bagikan
Erlangga C. G. Paath (foto ist)

Penulis : Erlangga C. G. Paath

      Dalam rangka memperingati hari buruh Internasional yang dikenal dengan sebutan “May Day” sampai pada peringatan hari buruh Indonesia yang jatuh pada tanggal 1 Mei, tentulah hal yang sangat wajib kita lakukanadalah dengan merefleksikan perjuangan para buru.

Tidaklah perlu untuk menjadi seorang buruh sehingga dapat merefleksikan perjuangan para buru, melainkan dengan latar belakang profesi apapun sekiranya kita sudah sepatutnya untuk merefleksikan perjuangan para buru, dikarenakan banyak sekali hikmah dan pembelajaran yang dapat kita resapi dan maknai dibalik perjuangan para buru dari masa kemasa.

Sejarah hari buruh Internasional atau “May Day” Sejatinya bermula di Amerika Seriat, semuanya bermula ketika banyak perusahaan yang memaksa para buru untuk bekerja sekitar 14, 16, dan bahkan 18 jam perharinya. Sehingga para buru menuntut agar jam kerja mereka dikurangkan maksimal 8 jam perhari. Tuntutan ini disampaikan melalui perhimpunan buruh dalam jumlah besar, yaitu organisasi atau serikat buruh. Pada 1 Mei 1886, puluhan ribu buruh di Amerika Serikat melakukan pemogokan bersama dengan anak-anak serta istri mereka. Singkat cerita, kemudian banyak sekali pergejolakan yang terjadi sampai-sampai banyak intervensi yang kemudian melibatkan campurtangan pemerintah dan aparat kepolisian. Kemudian terjadi peristiwa berdarah di sejarah hari buruh, yakni delapan tokoh yang dianggap bersalah dituntut dengan tuduhan pembunuhan berencana dan divonis hukuman mati. Tragedi ini memicu simpati dari berbagai kalangan di dunia. Pada akhirnya, saat Kongres Sosialis Internasional II di Paris 3 tahun kemudian, terjadi peristiwa bersejarah untuk hari buruh. Tanggal 1 Mei ditetapkan sebagai hari libur untuk buruh, sehingga buruh boleh tidak masuk kerja untuk merayakannya dan tetap dibayar.

Sejarah hari buruh di Indonesia dimulai pada era kolonial Hindia Belanda, pada 1 Mei 1918 oleh Serikat Buruh Kung Tang Hwee. Aksi ini berawal dari tulisan Adolf Baars, seorang tokoh sosialis Belanda. Kala itu, Adolf Baars mengkritik harga sewa tanah milik kaum buruh yang terlalu murah untuk dijadikan perkebunan. Selain itu, kaum buruh bekerja keras tanpa upah yang layak. Pada tahun 1921, HOS Tjokroaminoto ditemani oleh muridnya, Soekarno, berpidato mewakili serikat buruh di bawah pengaruh Sarekat Islam. Dua tahun setelahnya, pada 1923 terjadi peringatan hari buruh terpanjang di era kolonial.

Perayaan hari buruh nasional kembali muncul sejak kemerdekaan. Pada 1 Mei 1946, sejarah hari buruh mencatat Kabinet Sjahrir membolehkan perayaan ini, bahkan menganjurkannya. Menurut Undang undang Nomor 12 Tahun 1948 juga mengatur bahwa tiap 1 Mei, buruh boleh tidak bekerja. Undang-undang tersebut juga mengatur perlindungan anak dan hak perempuan sebagai pekerja. Pada 19 Mei 1948, ribuan petani dan buruh mogok untuk menuntut pembayaran upah yang telah tertunda. Kemudian pada masa orde baru perayaan hari buruh dilarang karena identik dengan aktivitas dan paham komunis.

Pada 1 Mei 2013, terjadi peristiwa sejarah hari buruh yang penting di Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan hari buruh sebagai hari libur nasional.

Melihat berbagai bentuk perjuangan yang telah ditorehkan oleh kaum buru dalam setiap lembaran sejarah perjuangannya, dapatlah kemudian di refleksikan secara bersama-sama oleh setiap individu yang senantiasa memahami pentingnya makna perjuangan guna mewujudkan suatu kesejahteraan bersama.

Kaum buruh mungkin terlihat kurang menarik dimata sebagian orang, karena dipandang sebagai para pekerja yang memiliki kelas sosial yang rendah, sehingga kurang dihargai oleh sebagian orang. Namun perlu kita sadari bersama bahwa kaum buruh adalah salah satu elemen terpenting dalam kehidupan bermasyarakat.

Seringkali kita lupa bahwa, Rumah sakit yang senantiasa mengobati para pasien, sekolah dan universitas-universitas yang senantiasa menghasilkan para sarjana dan orang-orang terpelajar lainnya, serta gedung-gedung mewah yang biasanya didiami oleh pemerintah dan para wakil rakyat, serta sebagian besar bahan-bahan pangan yang dikonsumsi oleh seluruh masyarakat, kesemuannya itu dibangun, dikelola serta dihasilkan karena jerih lelah para buruh.

  • Bagikan