Komodifikasi Tubuh Perempuan menjadi Objek Kekuasaan Ekonomi Para Kapitalis ?

  • Bagikan
Agri Tri Putri Rongaliwa (foto ist)

Penulis: Agri Tri Putri Rongaliwa

Keindahan yang dimiliki perempuan menjadikannya syarat dengan makna, baik dilihat dari pandangan sesama perempuannya atau laki-laki terhadap perempuan selalu beragam. Salah satu yang masuk dalam hal terpenting mengenai pemaknaan keindahan terhadap perempuan tidak jarang kita temui adalah keindahan tubuh.

Berbicara mengenai tubuh kita tidak hanya berbicara perihal kepala, pundak, lutut, kaki, dan lainnya. Tetapi juga kita bicara perilah jiwa, spirit, dan semangat. Nietszche memberikan pandangan bahwasanya tubuh tidak hanya dimanfaatkan dan dialami dalam banyak cara, tetapi oleh interprestasi budaya hasratnya dapat diubah. Tubuh perempuan yang dapat mengubah tingkah laku manusia seakan-akan memiliki daya tarik yang kuat.

Bagaimana kalau tubuh indah itu dijajakan? Mengapa tubuh indah itu dijajakan ? Hipotesis saya mungkin karena keberadaan perempuan ada dalam genjaran paham kekuasaan ekonomi-politk kaum kapitalis, benarkah ?

“Melakukan ini bukan keinganan saya tetapi tuntutan hidup yang terlalu berat karena saya perlu uang untuk keluarga saya, untuk mempercantik diri saya” Penggalan kalimat yang di ucapkan seseorang saat saya menanyakan, tentang club malam dan kenapa dia senang dengan pekerjaan itu. Dari penuturannya memang karena ekonomi yang sulit sehingga tidak mampu memenuhi keperluannya.

Prostitusi adalah aktivitas yang dilakukan seseorang untuk melakukakn hubungan seks dengan kesepakatan bersama dimana salah satu dari mereka akan mendapatkan imbalan berupa uang atau barang lainnya. Yaa.. imbalan inilah reward yang ditunggu-tunggu. Tidak ada yang akan berkerja sebagai pekerja seks komersial tanpa imbalan yang setimpal. Tapi apakah keuntungan ini hanya dua belah pihak ini . Koordinator Nasional Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI) mengungkapkan bahwa estimasi jumlah pekerja seks perempuan di Indonesia mencapai kisaran 230.000 orang pada 2019. Dikutip dari situs komnasham.go.id, jumlah tersebut cukup besar dan belum termasuk PSK pria dan transgender.

Sepertinya perlu kita pertanyakan mengapa banyak tempat-tempat yang digunakan untuk memakai keindahan tubuh perempuan lewat PSK. yahh menurut saya tempat-tempat ini mendapatkan keuntungan juga. Apakah kita dapat mengatakan bahwa tempat-tempat ini menjawab permasalahan kemiskinan para PSK, karena sudah membantu keuangan mereka? atau mereka juga salah satu yang bentuk dari pada kapitalis, yang memanfaatkan kekuasaan ekonomi ?

Menyangkut eksistensi perempuan dalam wacana kekuasaan politik-ekonomi terdapat tiga persoalan yaitu politik-ekonomi tubuh , diamana aktivitas tubuh perempuan dipakai dalam berbagai aktivitas kegiatan ekonomi. Ekonomi-Politik tanda adalah bagaimana perempuan di produksi sebagai tanda-tanda, khususnya dalam masyarakat kapitalis, untuk membentuk citra, identitas, dll. Ekonomi-politik hasrat, dimana hasrat perempuan direpresentasikan dalam berbagai bentuk komoditi (hiburan/tontonan), sebagai bentuk penyaliran dari hasrat (Piliang, 2003).

Perempuan-perempuan yang dipekerjakan ini pastinya memamerkan tubuh seksinya, betis, dan sebaginya, lewat pakaiannya yang minim untuk menarik kliennya. Tubuh perempuan sepertinya dijadikan komodifikasi atas keindahan tubuh perempuan, dan berbasis modal/kapital. Perempuan dalam posisi ini akan menajdi objek sekaligus subjek. Sebagai objek, tubuh perempuan menjadi objek komodifikasi dari kekuatan lain diluar, dan sebagai subjek perempuan justru menjadi pelaku komodifikasi, karena dia melakukan hal itu secara sadar.Yaa..Tubuh indah sang PSK akan di nikmati baik hanya dengan dipandang atau sebagai pemenuhan hasrat yang dikonstruksikan melalui definisi cantik dan seksi oleh sang pemilik bisnis, atau konsumen. Karena harus memenuhi tuntutan lainnya maka, perlu memodifikasi tubuh mereka lebih lagi, sehingga akan mendapatkan privilese berupa barang mewah, uang, dan kebutuhan hidup yang mereka butuhkan. Kontruksi ini sepertinya sudah membuat nyaman para pekerja PSK. Selain itu pengayoman dari para “mami” membuat mereka terlena.

Sebagai sesama perempuan sayapun juga menentang pekerjaan ini karena secara norma hal ini salah, tetapi bagimana kalau dipandang secara kemanusiaan yakni keberlangan hidup justru untuk memenuhi hidup mereka akhirnya dengan merampok, membunuh dan kriminalitas lainnya, karena pekerjaan ini sepertinya juga bisa dilakukan perempuan. Perlukah kita menyalahkan para pemilik modal, yang egois akan pendapatan yang besar saat menjalankan bisnis ini atau salah sistem ekonomi kita yang kaya semakin kaya dan miskin semakin miskin, akhirnya memaksa perempuan-perempuan Pekerja Seks Komersial berjuang atas kemiskinan yang dialami keluarganya ? Kita perlu solusi untuk masalah ini.

Mari bersama dalam gerakan-gerakan kita sesama perempuan, membebaskan kungkungan kekuasaan ekonomi-politik para kapitalis atas tubuh perempuan. Karena untuk mengontruksi keindahan yang dimiliki seorang perempuan bukan karena mereka tetapi perempuan itu sendiri yang mengonsepsikan dirinya sendiri sebagai bentuk dari keindahan, karena dia memiliki hak dan kebebasan atas dirinya sendiri.(*)

  • Bagikan