actadiurna.id– Kuliah Kerja Terpadu (KKT) Periode 132 Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado mengadakan wawancara eksklusif terkait tragedi pembunuhan massal pada 1942 di Desa Lumpias, Kecamatan Dimembe, Minahasa Utara (Minut), Senin (19/8/2022).
Dari rangkuman yang disusun Bidang Tematik Posko Lumpias, dua narasumber diantaranya Beni Rumimpunu dan Marten Watung selaku tua-tua Desa Lumpias menjelaskan kejadian itu terjadi pada tahun 1942, pada saat perang dunia kedua dimana Indonesia belum merdeka.
“Kejadian tersebut terjadi di Desa Lumpias dan menewaskan 35 korban karena penjajahan Jepang,” ungkap mereka.
Menurut kedua warga Desa Lumpias itu, peristiwa demikian terjadi karena ada yang memfitnah warga Desa Lumpias melakukan kejahatan, dimana yang memfitnah adalah orang Indonesia yang menjadi mata-mata Jepang.
“Mata-mata tersebut mengadu-dombakan tentara Jepang dan warga Desa Lumpias dengan mengatakan pada tentara Jepang bahwa warga Desa Lumpias melakukan kejahatan pada mata-mata tersebut,” tutur Beni dan Marten pada Posko KKT 132 Lumpias.
Alasan kenapa mata-mata tersebut melaporkan hal itu karena dia tidak terima dipukuli akibat perbuatannya yang mencuri di satu warung di Desa Lumpias yang dimana pencurian tersebut terjadi di warung bapak Mayer.
“Pada saat dia mencuri, warga Lumpias mengetahui hal tersebut dan langsung menghakimi mata-mata tersebut dengan cara memukulnya,” beber Beni dan Marten.
Keduanya pun menjelaskan setelah terjadi pemukulan tersebut, mata-mata itu melaporkan kepada tentara Jepang dan langsung mengatakan bahwa dia dipukuli oleh warga Desa Lumpias tanpa alasan.
Beni dan Marten melanjutkan, karena warga Lumpias telah mengetahui hal tersebut, bahwa mata-mata Jepang akan memfitnah warga, maka “pejuang merah putih yang ada di Desa Lumpias memutuskan komunikasi dengan cara memotong kabel telepon yang menyambungkan komunikasi antara daerah Lumpias dan daerah Likupang, dimana posisi markas tentara Jepang saat itu berada di Likupang,” jelas keduanya.
Tetapi kabar itu sudah didengar duluan oleh tentara Jepang, dan saat itu tentara Jepang langsung datang ke Desa Lumpias dan mengepung warga desa.
Pun kedua narasumber ini menjelaskan bahwa setelah dikepung, mata-mata tersebut langsung menunjuk sembarang orang yang ada di Desa Lumpias bersama dengan orang-orang yang menggunakan bendera merah putih.
“Orang-orang tersebut dieksekusi secara tragis dengan cara ditusuk menggunakan tombak dan dibuang secara hidup-hidup ke dalam lubang yang menjadi kuburan mereka sampai saat ini,” tandas keduanya.
Editor : Andini Choirunnisa