Liando : Banyak Praktik Pemilu Tidak Konstitusional

  • Bagikan
Dokumentasi (foto ist)

actadiurna.id – Seminar Nasional Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado yang menghadirkan ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), Hasyim Asy’ari, Ph.D, pada Jumat (16/9/2022).

Seminar dengan topik “Pemilu dalam Sistim Ketatanegaraan dan Konstitusional” itu dihadiri oleh ratusan peserta dari kalangan dosen, mahasiswa, Pers, anggota KPUD dan Bawaslu se Sulut.

Ferry Daud Liando selaku Dosen Kepemiluan Fispol Unsrat menilai bahwa selama ini terdapat praktik-praktik pemilu yang menyimpang dari ketentuan konstitusi.

“Artinya baik Undang-undang pemilu maupun undang-undang pilkada tidak sejalan dengan UUD 1945,” ungkapnya.

Menurut Liando, terdapat beberapa ketidaksinkronan dalam ketentuan Konstitusi.

“Konstitusi mengatur bahwa calon presiden dan wakil presiden diusung oleh partai politik tanpa ambang batas. Namun UU No. 7 Tahun 2017, mengatur ambang batas yaitu parpol pengusung harus punya kursi 20 persen di DPR hasil pemilu,” ungkap Liando.

Ada pun Liando mempertanyakan
“Apakah undang-undang pemilu tidak bertentangan dengan konstitusi UUD 1945?,” sambungnya.

Selanjutnya, ia menjelaskan “Dalam Konstitusi menyebut bahwa Indonesia menganut sistim pemerintahan presidensial. Dalam teori politik disebutkan bahwa ciri sistim presidensial menganut sistim jumlah parpol terbatas atau sederhana,” jelas Liando.

Ia pun mempertanyakan terkait perbedaan sistim yang ada.
“Tapi mengapa undang-undang pemilu memungkinkan sistim multi partai?,”

Liando Menuturkan, Dalam konstitusi UUD 1945 disebutkan bahwa pemilu adalah memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR dan DPRD serta DPD.

“Pertanyaanya adalah dimana kedudukan pemilihan kepala daerah atau pilkada dalam kontitusi kita? Apakah disebut Konstitusional jika Pilkada dilaksanakan oleh KPU? sebab Komisi Pemilihan Umum (KPU), menurut UUD 1945 adalah komisi yang menyelenggarakan Pemilihan umum, bukan komisi pemilihan kepala daerah,” tuturnya.

Lebih lanjut, ia menuturkan “Dalam konstitusi UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah menangani sengketa hasil Pemilu. Menurut UUD 1945 bahwa Pemilu itu adalah memilih presiden, DPR dan DPRD serta DPD,” tutur Liando.

“Artinya Pilkada menurut UUD 1945 bukanlah Pemilu atau rezim Pemilu,” sambungnya.

Ia pun mempertanyakan terkait hal ini “Konstitusionalkah jika Mahkamah Konstitusi ikut menangani sengketa hasil pilkada?,”

Sejumlah pejabat turut hadir dalam seminar yaitu, Dr. Ardiles Mewoh Ketua KPU Sulut dan Ewin Umbola anggota Bawaslu Sulut, serta Toar Palilingan S.H, M.H, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Hukum Unsrat. Seminar di Pandu Lendy Siar SH., MH.

Editor: Marcella Pangandaheng

  • Bagikan