Komisaris GMNI Fispol Unsrat dan UNPI Manado Kritisi Pembentukan Partai Mahasiswa Indonesia

  • Bagikan
Febrianto Arifin (kiri) dan Meidy Richard (kanan) dalam diskusi Podcast

actadiurna.id — Tribun Manado dalam program Podcast Tribun Bakudapa kembali hadir dengan mengusung tema “Mahasiswa Bicara Soal Partai Mahasiswa Indonesia”, yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Tribun Manado Official dan laman Facebook Tribun Manado. Selasa (10/05/2022).

Latar belakang diusungnya tema ini berkaitan dengan topik hangat mengenai Partai Mahasiswa. Menggandeng dua orang narasumber yaitu Meidy Richard Momami selaku Ketua GMNI UNPI Manado dan Febrianto Arifin sebagai Ketua GMNI Fispol Unsrat.

Ditinjau dari aktivitas munculnya Partai Mahasiswa Indonesia ini cukup menimbulkan keresahan dan spekulasi bahwa ada suatu kepentingan yang dibawa.

Meidy dalam kesempatan ini menjelaskan, Indonesia merupakan negara hukum, segala aspek kehidupan bernegara berlandaskan hukum dan setiap warga negara mempunyai hak dalam Demokrasi. Namun, seberapa urgensi pembentukan Partai Politik Mahasiswa?

“Indonesia kan negara hukum, setiap apa yang dilakukan berdasarkan dengan hukum. Kalau dilihat seberapa besar urgensi Partai Politik Mahasiswa?” tekannya.

Ia menegaskan bahwa kata “Mahasiswa” tidak pantas dipakai dalam partai politik, sehingga ada penolakan karena sangat tidak merepresentasikan keinginan mahasiswa.

Febrianto juga mengatakan bahwa ketika mahasiswa melebur masuk dalam politik praktis menjadi sebuah tanda tanya, siapa yang akan meneruskan suara atau aspirasi masyarakat.

“Katakanlah hari ini pola permainan mahasiswa sudah menggunakan pola politik praktis, ini bisa menciptakan deal-dealan dengan pemerintah hari ini. Jadi, tidak ada check and balance pemerintah atau diruang demokrasi itu sendiri,” ujarnya.

Ia melanjutkan, “Sejak angkatan 66, peristiwa Malari, reformasi dimana pada tanggal 21 Mei 1998 mampu mengubahkan Rezim Orde Baru yang 32 tahun berkuasa, itu memang kelompok-kelompok mahasiswa dan tidak ada partai dalam bentuk partai atau aliansi karena itu gerakan moral,” tegas Febrianto.

Aswin Lumintang sebagai host turut mempertanyakan apa yang harus dilakukan mahasiswa yang tidak mau dipartaikan?

Menanggapi pertanyaan itu, Meidy mengemukakan bahwa mahasiswa bisa tetap konsisten dengan membela hak-hak dari masyarakat dan bersama-sama membangkitkan kembali gerakan moral tersebut.

“Kita tetap konsisten dengan membela hak-hak daripada masyarakat, gerakan moral itu harus kita bangkitkan bersama dan hari ini kita berada dalam fase mengalami pandemi tentu gerakan-gerakan mahasiswa saat ini cenderung kurang terlibat dalam gerakan moral,” terang Meidy.

Lebih lanjut ia menambahkan, “Mahasiswa merupakan agen perubahan, agen kontrol yang kemudian setiap kebijakan pemerintah yang dikeluarkan penguasa hari ini, apa yang bisa kita kritik, kita kritik kecuali tidak merugikan masyarakat,” tambahnya.

Dalam closing statement, sekali lagi Meidy menekankan bahwa keberadaan Partai Mahasiswa tidak merepresentasikan keinginan Mahasiswa Indonesia.

“Keberadaan Partai Mahasiswa hari ini tidak sama sekali merepresentasikan apa keinginan mahasiswa secara umum, harapan saya bagaimana Cipayung dan organisasi lain menyuarakan setuju atau tidaknya dengan keberadaan partai mahasiswa,” tekan mahasiswa yang akrab disapa Bung Meidy tersebut.

Ketua GMNI Fispol Unsrat juga menegaskan bahwa berdirinya Partai Mahasiswa Indonesia ini sangat jelas sebagai sebuah bentuk pengkhianatan daripada pergerakan mahasiswa.

“Mengutip apa yang disampaikan Mata Najwa, bahwa Indonesia tidak tersusun dari batas peta. Tapi, Indonesia disusun daripada peran dan gerakan pemuda. Lebih baik kami diasingkan dan dimarjinalkan daripada kami menyerah dan mengalah terhadap kemunafikan,” tegas mahasiswa dengan sapaan Bung Anto itu.

Diketahui live streaming berlangsung selama pukul 15.00-15.40 WITA.

Reporter : Meiling K. Siape

Editor : Lady Rumondor

  • Bagikan