Kapan Perempuan Merdeka dari Cengkraman Patriarki?

  • Bagikan

Penulis : Adinda Anggraini

Perempuan sejatinya adalah cerita kehidupan yang melahirkan peradaban umat manusia . Perempuan adalah makhluk hidup yang mulia. Perempuan adalah manusia yang memiliki kelebihan sehingga bisa mengandung, melahirkan dan menyusui. Itulah beberapa pengertian perempuan, bukankah sangat nyata terlihat bahwa peran perempuan itu sangat penting?

Melihat dari beberapa perspektif masyarakat, perempuan sering kali dianggap sebagai makhluk yang lemah dan lebih rendah dari laki-laki (patriarki). Sistem patriarki sudah seperti budaya yang membuat kesenjangan dan ketidakadilan gender. Ketidakadilan seperti apa yang dimaksud? Bukan hal tabu lagi jika perempuan sering dituntut dan ditekan lebih ketat dari laki-laki. Sedari dulu perempuan dituntut harus selalu bersikap, berpenampilan,d bertutur kata yang baik, seolah-olah jika dibandingkan dengan laki-laki hal yang berbanding terbalik itu dianggap wajar apabila laki-laki yang melakukanya.

Di kehidupan masyarakat perempuan hanya memiliki lingkup kecil untuk bergerak tidak seperti laki-laki. Perempuan sering kali tidak bebas dalam mengekspresikan dirinya, mulai dari pola hidup, pakaian, bahkan pendidikan. Budaya patriarki seperti membelenggu perempuan agar tidak bisa melakukan apapun di kehidupan masyarakat. Sering kali terdengar pernyataan “perempuan kerjanya di dapur tidak perlu sekolah” atau “untuk apa sekolah? Ujung-ujungnya juga di dapur”. Pikiran-pikiran tersebut masih ada sampai sekarang pada sebagian masyarakat. Perempuan sering kali diperlakukan tidak adil oleh masyarakat hanya karena budaya yang dipaksakan untuk menjadi wajar ini. Tanpa disengaja sistem patriarki ini membuat rasa ketidaknyamanan pada perempuan.

Pelecehan seksual pun sudah seperti makanan sehari-hari di telinga, tidak jarang berita mengenai pelecehan seksual terpampang nyata di televisi maupun di media berita lainnya. Bahkan pemerintah pun sudah memberi ancaman hukuman yang cukup tegas bagi pelaku pelecehan seksual. Pelecehan seksual bisa terjadi dimana-mana tidak ada batasan untuk melakukan hal tersebut bagi pelaku bahkan di lingkungan pendidikan sekalipun. Lalu dimanakah tempat perempuan bisa merasa aman dan nyaman?

Semakin hari semakin banyak bukti bahwa tingkat pelecehan seksual di lingkungan pendidikan sangat tinggi, hal tersebut membuat pemerintah membuat Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO), “Pelecehan seksual berkaitan erat dengan kekuasaan dan sering terjadi dalam masyarakat yang memperlakukan perempuan psebagai objek seks dan warga kelas dua.”

Sebuah contoh umum mengenai hal ini adalah ketika perempuan diminta untuk melakukan perbuatan seksual dengan imbalan akan diberikan nilai yang tinggi, pekerjaan, promosi, atau kenaikan gaji. Adapun contoh lain terkait pelecehan seksual adalah pelecehan yang terjadi di jalan, yaitu dapat berupa siulan, komentar atau isyarat yang tidak diinginkan, bahasa kasar serta tidak sopan, bahkan pemerkosaan.

Permasalahan ini menjadikan laki-laki memandang perempuan sebagai objek pemuas nafsu saja, sebaliknya laki-laki dianggap sebagai penggoda. Penampilan berupa pakaian perempuan sering kali dijadikan alibi untuk membenarkan aksi pelecehan seksual itu sendiri. Padahal tak sedikit juga lakilaki memakai pakaian yang “kurang” daripada perempuan. Seharusnya, perempuan juga bisa bebas mengekspresikan dirinya dengan menggunakan pakaian sesuai dengan yang dia inginkan.

Perempuan adalah makhluk mulia yang tidak pantas direndahkan, yang melahirkan peradaban tidak pantas dilecehkan, kesetaraan gender yang diinginkan perempuan bukanlah untuk merendahkan laki-laki. Tetapi, untuk menciptakan keadilan bagi perempuan sehingga bisa menjalani kehidupan normal yang aman, nyaman dan tenteram.

  • Bagikan