Penundaan Pemilu Dinilai Ferry Liando Tidak Mungkin Terjadi, Tapi Juga Tidak Mustahil

  • Bagikan
Ferry Liando. (Foto Istimewa)

actadiurna.id – Pesta demokrasi melalui pemilihan umum (Pemilu) yang rutin dilaksanakan di Indonesia setiap lima tahun sekali dan melibatkan seluruh elemen masyarakat, terancam ditunda. Merebaknya isu ini menarik perhatian dari berbagai kalangan.

Dosen Ilmu Pemerintahan Fispol Unsrat, Fery Daud Liando berpendapat bahwa jika mengikuti amanat konstitusi maka penundaan pemilu tidak mungkin bisa dilakukan. “Kalau mengikuti amanat konstitusi, menunda pemilu tidaklah mungkin,” ujarnya.

Hal ini didukung oleh Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang mengatur mengenai Pelaksanaan Pemilu serta asas-asas didalamnya dan harus dilakukan setiap lima tahun sekali.

“Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, Anggota DPD, serta anggota DPRD diselenggarakan berlandaskan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali, karena pemilu itu harus dilaksanakan sekali dalam 5 tahun,” jelas Liando.

Di sisi lain, wacana penundaan pemilu tidak mustahil terjadi apabila para pengusul nekat dan mampu mempengaruhi kekuatan mayoritas di DPR dan DPD RI. Liando mengungkapkan, jika hal tersebut benar terjadi ada mekanisme-mekanisme yang harus dilalui, yaitu mekanisme amandemen konstitusi.

“Mekanisme yang harus dilalui jika menunda pemilu adalah mekanisme amandemen konstitusi, UUD 1945 mulai berlaku di Indonesia sejak tanggal 5 Juli 1949 dan sudah diamandemen sebanyak empat kali, dari tahun 1999 hingga 2002,” ungkapnya.

Ferry juga menjelaskan langkah-langkah yang harus diambil untuk mengamandemenkan konstitusi di MPR. “Di MPR, ada 3 langkah yang harus dilalui untuk mengamandemen konstitusi yaitu proses pengusulan, proses kesepakatan dan proses pengambilan keputusan,” jelas Liando.

Lebih lanjut, ia menuturkan, “Pengusulan harus terdapat 1/3 anggota parlemen. Untuk menyepakati amandemen harus dihadiri oleh 2/3 anggota parlemen. Dan dalam tahapan pengambilan keputusan harus mendapatkan persetujuan paling kurang 50 persen dari jumlah total anggota DPR,” tuturnya.

Liando menambahkan, hal-hal mengenai wacana penundaan pemilu dua tahun mendatang jika tidak diimbangi dengan dengan kekuatan class action rakyat maka tidak mustahil untuk terjadi.

“Nah jika melihat kekuatan koalisi pemerintah saat ini sebesar 66 persen dari 711 kursi MPR. Jadi, jika tidak diimbangi dengan kekuatan class action dari rakyat maka peluang untuk menunda tidaklah mustahil untuk terjadi,” tandasnya. (Lady Rumondor)

  • Bagikan