Negara dan Problematika Pelayanan Publik

  • Bagikan
Yosua R. Sinaulan (foto ist)

Penulis : Yosua R. Sinaulan
(Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Fispol Unsrat)

Aktualisasi dari nilai disiplin ilmu administrasi negara dari dulu sampai sekarang sejatinya adalah mewujudkan efisiensi dan efektifitas dalam proses penyelenggaraan administrasi negara. Secara teoritis Administrasi negara memandang bahwasannya pemerintah secara khusus organisasi pemerintahannya harus mewujudkan suatu pelayanan yang harus berorientasi pada rakyat (Citizens). Hal tersebut digambarkan dengan paradigma new public service (NPS). Konsep yang dimunculkan melalui tulisan Janet V.Denhardt dan Robert B.Denhardt berjudul “The New Public Service : Serving, not Steering”, terbit tahun 2003. Paradigma New Public Service sendiri adalah untuk meng ”counter” paradigma administrasi yang menjadi arus utama (mainstream) saat ini yakni paradigma New Public Management “run government like a business” atau “market as solution to the ills in public sector” artinya “menjalankan pemerintahan seperti bisnis” atau “pasar sebagai solusi untuk penyakit di sektor publik. Konsep tersebut di counter dengan prinsip-prinsip administrasi sebagai sebutan new public service yang dikemukakan oleh Denhardt & Denhardt (2003) menyatakan: (1)Melayani Warga Negara, bukan customer (Serve Citizens, Not Customer). (2) Mengutamakan Kepentingan Publik (Seeks the Public Interest). (3) Kewarganegaraan lebih berharga daripada Kewirausahaan (Value Citizenship over Entrepreneurship). (4) Berpikir Strategis, Bertindak Demokratis (Think Strategically, Act Democratically). (5) Tahu kalau Akuntabilitas Bukan Hal Sederhana (Recognize that accountability is not Simple). (6) Melayani Ketimbang Mengarahkan (Serve Rather than Steer). (7) Menghargai Manusia, Bukan Sekedar Produktivitas (Value People, Not Just Productivity). Secara teoritis pandangan dari prinsip utama new public management berbeda dengan prinsip new public service, dalam new public management mengedepankan aspek kepentingan publik tapi mewakili agregasi kepentingan individu berbeda dengan pandangan new public service yang lebih mengedepankan pengambilan keputusan dari hasil dialog berbagai nilai sehingga hasil dari keputusan sejatinya adalah hasil dari keputusan kolektif kolegial. Begitu juga dengan Responsivitas terhadap pelayanan publik new public management berorientasi pada Customer (pelanggan) sedangkan new public service berorientasi pada Citizen’s (warga negara) serta juga new public service mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi begitu pula dalam pelayanan kepada masyarakat secara umum. Konsep ini mengedepankan unsur penting negara yang sejatinya sangat perlu untuk diperhatikan, unsur dari negara yang sangat penting yang harus diperhatikan adalah rakyat itu sendiri yang sejatinya adalah pemegang kedaulatan negara. Pelayanan kepada warga negara adalah wujud kerja yang wajib dilakukan oleh negara dalam hal ini pemerintah dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik lewat pelayanan Pelayanan publik dengan sesuai keinginan masyarakat, hal tersebut tertuang dalam Pasal 1 Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menyebutkan Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik[1]. Pelayanan publik sendiri adalah bagian dari kewajiban negara dalam hal ini pemerintah sebagai penyelenggara negara guna pemenuhan hak pelayanan dasar. Sebagai tindak lanjut dari aturan yang lebih tinggi telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik, yang mengisyaratkan dibentuknya Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N). Pengejawantahan pelayanan publik yang baik yang mengedepankan hak-hak masyarakat selaku pemegang kedaulatan tertinggi adalah kewajiban negara untuk memenuhinya. Hal tersebut sejalan dengan sasaran reformasi birokrasi yaitu (1) Birokrasi yang bersih dan akuntabel; (2). Birokrasi yang efektif dan efisien; serta (3). Birokrasi yang memiliki pelayanan publik berkualitas dalam rangka untuk mencapai delapan area perubahan salah satunya Pelayanan Publik yaitu pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat.

Probolem Solving Problematika Pelayanan Publik Di Indonesia

Konstruksi pelayanan publik yang baik sejatinya secara jelas dituangkan lewat peraturan perundang-undangan serta aturan turunan lainya dalam berbagai organisasi pemerintahan pusat sampai daerah. Akan tetapi pelayanan yang tercipta di berbagai aspek dan unsur masih banyak ditemukan penyimpangan serta inefektifitas serta inefisiensi, birokrasi yang berbelit sampai pada pelayanan administrator yang kurang baik menandakan pelayanan publik yang ada saat ini perlu dan harus terus menerus berbenah serta dievaluasi.
Dalam beberapa dekade terakhir ini negara dalam hal ini pemerintah sementara mentransformasi pelayanan publik dengan prinsip good governance, dalam prakteknya masih banyak temuan pelanggaran dan penyalahgunaan wewenang oleh aparat penyelenggara negara dan administrator pemerintahan hal tersebut bukan hanya terletak pada oknum aparatur pemerintahan melainkan secara struktural ketimpangan-ketimpangan pun tercipta lewat kekosongan dalam ruang lingkup manajemen organisasi birokrasi. Di Indonesia sendiri temuan-temuan terkait masalah pelayanan publik masih marak, mulai dari birokrasi yang berbelit-belit, aparatur yang menyimpang dari tugas, orang yang tidak tepat berada di posisi yang dia tempati, sampai berimbas pada pelayanan yang kurang efektif serta efisien. Masalah-masalah tersebut sejatinya terjadi dalam unsur-unsur pemerintahan pusat dan daerah sampai di desa. Penyimpangan secara kelembagaan pun banyak ditemui lewat lembaga dan dinas yang bersentuhan langsung dengan pelayanan masyarakat.
Problematika pelayanan publik yang kurang efektif dan efisien oleh organisasi pemerintahan dan aparatur negara menandakan etika pelayanan administrasi publik masih kurang baik dan sejatinya perilaku organisasi pun harus terus ditata agar supaya akuntabilitas kinerja dapat tercipta dan memiliki nilai. Mewujudkan suatu pelayanan yang efektif serta efisien adalah suatu hal yang tidak mudah perlu adanya kesadaran kolektif oleh aparatur negara serta juga transformasi lembaga yang harus terus menerus mengevaluasi kinerja dalam rangka mencapai akuntabilitas kinerja yang baik. Konstruk tata kelola pemerintahan yang baik sejatinya sebisa mungkin implementasikan sebagaimana mestinya mengacu pada hal-hal fundamental negara sehingga problematika pelayanan publik dapat diatasi dengan efektif dan efisien.

  • Bagikan