Menuju Pilkada Serentak Tahun 2024, Bagaimana dengan Kosongnya Kursi Kepala Daerah Definitif?

  • Bagikan
Gratcia K. Akay (foto ist)

Penulis : Gratcia K. Akay (Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Fispol Unsrat)

Pemilihan kepala daerah merupakan pemilihan yang dilaksanakan secara langsung oleh penduduk atau masyarakat daerah setempat yang memenuhi syarat untuk memilih, sebagai bentuk perwujudan kedaulatan rakyat serta menunjukkan letaknya demokrasi ditangan rakyat. Sebelum tahun 2005, kepala daerah hanya dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Namun, setelah berlakunya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan daerah, maka pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat. Sejatinya yang kita ketahui bersama bahwa masa jabatan setiap kepala daerah adalah lima tahun, setelah masa jabatannya berakhir maka dilaksanakan kembali pemilihan kepala daerah. Hal itu didasarkan dalam Pasal 60 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi “masa jabatan kepala daerah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 59 ayat (1) adalah 5 (lima) tahun terhitung sejak pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satukali masa jabatan”. 

Pilkada dilakukan untuk mewujudkan bentuk pemerintahan yang demokratis serta memperkuat dan memperoleh dukungan dari rakyat dalam mewujudkan amanat nasional yang tertera dalam UUD 1945 yang sebagai Konstitusi negara. Sebelum tahun 2024 dalam ruang lingkup kepemerintahan Provinsi Sulawesi Utara, ada beberapa kepala daerah yang akan mengakhiri masa jabatan sebagai kepala daerah pada tahun 2022 dan 2023, yakni Bupati Kabupaten Bolaang Mongondow, Bupati Kabupaten Kep. Sangihe, Bupati Kabupaten Minahasa, Bupati Kabupaten Minahasa Tenggara, Wali kota Kota Kotamobagu, Bupati Kabupaten Kep. Siau Tagulandang Biaro, dan Bupati Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.

Memahami Plt, Pjs dan Pj

Ketiga istilah tersebut sering muncul saat menjelang pilkada. Lalu, apa perbedaannya?

Pelaksana tugas (Plt) dibutuhkan saat kepala daerah berhalangan sementara ataupun sedang dalam masa tahanan. Aturan dasar hukum dalam penunjukkan Plt ini diatur dalam pasal 65 ayat 4 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Plt kepala daerah dijabat oleh wakil kepala daerah.

Penjabat sementara (Pjs) dibutuhkan biasanya ketika kepala daerah dan wakil kepala daerah akan mencalonkan diri lagi pada pilkada dan harus cuti diluar tanggungan negara. Dalam penunjukan Pjs, aturan dasar hukumnya tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 74 Tahun 2016 Jo Permendagri Nomor 1 Tahun 2018 dan Pasal 70 UU nomor 10 Tahun 2016. Pjs kepala daerah (bupati/wali kota) dijabat oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ditunjuk oleh Mendagri atas usulan gubernur.

Penjabat (Pj) dibutuhkan saat terjadi kekosongan kursi kepala daerah definitif. Aturan dasar hukum dalam penunjukan Pj telah tertulis dalam pasal 201 UU Nomor 19 Tahun 2016 dan pasal 86 UU Nomor 23 Tahun 2014. Pj kepala daerah (bupati/wali kota) dijabat oleh ASN dengan posisi sebagai pejabat tinggi madya/pratama yang jabatannya setara dengan eselon II

Lalu, apa saja faktor-faktor yang perlu diperhatikan?

Menjelang berakhirnya masa jabatan dari beberapa kepala daerah kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sulawesi Utara, pemilihan kepala daerah nanti akan dilaksanakan serentak pada Tahun 2024, maka akan terjadi kekosongan kursi kepala daerah definitif. Maka dari itu, kekosongan kursi kepala daerah definitif tersebut sementara akan di isi oleh penjabat kepala daerah.

Penjabat (Pj) bupati/walikota ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri atas usulan dari gubernur. Ketentuan soal Pj diatur dalam UU Pilkada Pasal 201 ayat 9 yang bunyinya “untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali Kota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 dan yang berakhir masa jabatannya pada Tahun 2023, diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Wali Kota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali kota dan Wakil Wali Kota melalui Pemilihan Serentak nasional pada tahun 2024”

Pj bupati/walikota yang akan memimpin daerah memiliki tugas dan wewenangnya dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai kepala daerah. Merujuk pada pasal 65 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah mempunyai tugas (a) memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD, (b) memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat, (c) menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD, (d) menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama, (e) mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, (f) mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah, dan (g) melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam pasal 65 ayat (2) UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah memiliki wewenang (a) mengajukan rancangan Perda, (b) menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD, (c) menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah, (d) mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat, (e) melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain tugas dan wewenang, terdapat juga larangan terhadap Pj kepala daerah. Hal ini merujuk pada pasal 132A Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Empat poin yang tidak bisa dilakukan oleh Pj yaitu (a) melakukan mutasi pegawai, (b) membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya, (c) membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya, dan (d) membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.

Selain itu, berdasarkan surat Kepala Badan Kepegawaian Negara bernomor K.26-304/.10 pada 19 oktober 2015, Pj memiliki dua catatan khusus yaitu kewenangan yang dilarang dan kewenangan yang diizinkan, yaitu (1) Penjabat kepala daerah memiliki kewenangan mengambil atau menetapkan keputusan yang memiliki akibat hukum (civil effect) pada aspek kepegawaian tanpa mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri yang antara lain berupa pengangkatan CPNS/PNS, kenaikan pangkat, pemberian izin perkawinan dan perceraian, keputusan hukuman disiplin selain yang berupa pembebasan dari jabatan atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai negeri sipil, dan pemberhentian dengan hormat/tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil selain karena dijatuhi hukuman disiplin. (2) Penjabat kepala daerah tidak memiliki kewenangan mengambil atau menetapkan keputusan yang memiliki akibat hukum (civil effect) pada aspek kepegawaian untuk melakukan mutasi pegawai yang berupa pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam/dari jabatan ASN, menetapkan keputusan hukuman disiplin yang berupa pembebasan dari jabatan atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai negeri sipil, kecuali setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.

Pengaruh Pj terhadap proses politik pemilihan kepala daerah

Indikasi adanya mobilisasi ASN untuk pilkada yang akan datang

Mobilisasi ASN sudah tidak asing lagi dalam kalangan masyarakat yang selalu menjadi sorotan setiap akan digelarnya pilkada, yang praktiknya masih sering terjadi sampai saat ini. Pasalnya, mobilisasi ASN ini dianggap sebagai penyebab ketidaknetralitasnya ASN dalam pemilihan kepala daerah. Menjelang pilkada, ASN seharusnya tetap berada pada tupoksinya agar dapat mewujudkan ASN yang loyal dalam pelayanan publik dan kepentingan negara. Pelaku praktik mobilisasi ASN dalam hal ini ketidaknetralitasnya ASN, dominan dilakukan oleh petahana ataupun calon non-petahana yang memiliki akses sampai ke aparatur pemerintah tingkat bawah. Hal tersebut terjadi diantaranya karena adanya tukar jasa posisi jabatan serta adanya tekananan struktural dari atasan yang adalah kepala daerah petahana, yang menyebabkan kekhawatiran bagi oknum ASN adanya mutasi jabatan apabila tidak ikut mendukung petahana.

Pemakaian dan pengaturan APBD

Berdasarkan aturan, Pj kepala daerah telah mempunyai tugas dalam menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas Bersama. Dalam hal ini, APBD merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintahan daerah dalam pembangunan dan pengembangan kapabilitas juga efektivitas dalam penyelenggaraan pemerintahan. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD ini berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat guna mencapai tujuan bernegara juga sebagai bentuk transparansi antara pemerintah daerah, DPRD dan masyarakat.

Hingga saat ini, aturan teknis penunjukan penjabat kepala daerah masih belum dibentuk oleh pemerintah. Ketiadaan aturan teknis dalam penunjukkan Pj kepala daerah ini menimbulkan kerumitan hukum, apalagi dengan memperhatikan pertimbangan putusan MK No. 67/2021 yang menyebutkan proses pengisian kekosongan jabatan kepala daerah harus dimaknai dalam ruang lingkup pemaknaan secara demokratis sebagaimana tertuang dalam UUD 1945. Jangan hanya karena belum adanya pembentukan aturan teknis penunjukan Pj kepala daerah ini akan mengakibatkan adanya kerancuan dalam efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam hal ini, pemerintah juga harus memilah dalam penunjukan Pj kepala daerah untuk menghindari calon Pj kepala daerah yang terlibat bahkan menjadi kaki tangan dalam partisan politik untuk kepentingan pada pemilihan kepala daerah yang akan dilaksanakan serentak pada tahun 2024 nanti. Dalam mengimplementasikan penyelenggaraan pemerintahan yang sesuai dengan visi, misi dan kebijakan presiden hingga pada pilkada yang akan datang, Mendagri diharapkan dapat mempersiapkan cara yang tepat untuk mengidentifikasi dan melakukan profiling terhadap calon Pj kepala daerah.

  • Bagikan