actadiurna.id – Pusat Studi Kepemiluan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fispol) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) bersama Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) cabang Manado adakan Diskusi Publik bertajuk “Keterwakilan Perempuan dalam Kelembagaan Penyelenggaraan Pemilu” di Sekretariat AIPI Cab. Manado, Jumat (13/08/2022).
Ferry Daud Liando selaku Pembina Pusat Studi Kepemiluan Fispol Unsrat menilai banyak keberatan-keberatan yang dilayangkan para pegiat demokrasi mengenai hasil seleksi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
“Banyak para pegiat demokrasi seolah-olah keberatan dengan hasil seleksi kemarin. Walaupun saya melihat secara umum bukan hanya persoalan kemarin, tetapi untuk evaluasi karena ke depan juga akan ada seleksi yang sama,” ujar Pembina Pusat Studi Kepemiluan.
Ia melanjutkan bahwa keberatan-keberatan itu karena banyak daerah yang tidak mengirimkan perempuan, “Dari enam yang diutus ke Bawaslu RI ada daerah yang tidak punya perempuan tapi ada juga yang hanya satu,” tuturnya.
Liando menjelaskan hal itulah yang membuat Pusat Studi Kepemiluan dan AIPI berkolaborasi membuat kegiatan ini.
“Oleh karena itu anak-anak dari Pusat Studi Kepemiluan dan AIPI, mereka berkolaborasi mengevalusi di bagian-bagian mana yang perlu diperbaiki,” ungkapnya.
Ia berharap perempuan mendapatkan peran yang sama supaya ada kesetaraan antara perempuan dan laki-laki.
“Paling tidak mendapatkan peran yang sama dengan laki-laki. Ini yang disebut dengan equality atau kesetaraan. Kenapa perlu dilakukan? Karena terdapat empat aspek yang disampaikan dalam diskusi tadi, yaitu Filosofinya, Konstitusi, Yuridis dan Sosiologis,” jelas Liando.
Ia mengatakan mungkin saja ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi tim seleksi sehingga Sulawesi Utara tidak mempunyai utusan perempuan.
“Tadi juga saya melihat ada yang menyesalkan hal itu karena perempuan-perempuan yang tampil, mereka sudah memiliki pengalaman panjang sebagai penyelenggara,” jelasnya.
Ia pun melontarkan pertanyaannya, “Tetapi sekali lagi, barangkali untuk menjawab pertanyaan itu, kepada tim seleksi mengapa mereka tidak direkomendasi?” tanyanya.
Liando berharap perlakuan menyeleksi antara laki-laki dan perempuan harus dibedakan.
“Regulasi terkait pedoman seleksi kebijakan yang sifatnya memaksa atau mengatur, karena ini affirmative action, artinya harusnya perlakuan menyeleksi antara laki-laki dan perempuan dibedakan,” ujarnya.
Diketahui, kegiatan diskusi diadakan bersamaan dengan pengukuhan pengurus baru Pusat Studi Kepemiluan.
Reporter : Ekleysia Werot