Ilmu Pemerintahan tidak hanya mengajarkan teori politik dan administrasi publik, tetapi juga memikul tanggung jawab dalam membentuk karakter dan kepemimpinan mahasiswa sebagai calon pemimpin masa depan. Namun, kenyataannya di tingkat jurusan, tanggung jawab ini kian terabaikan. Mahasiswa kian merasa ada jurang antara idealisme akademik dan praktik pembinaan di luar kelas.
Salah satu titik krusial dari masalah ini adalah mandeknya kaderisasi di tingkat jurusan. Himaju, yang seharusnya menjadi ruang pembelajaran kepemimpinan dan laboratorium nilai, kini justru kehilangan arah. Tidak ada proses regenerasi yang sehat, dan mahasiswa baru kerap tidak dikenalkan pada identitas keilmuan maupun tanggung jawab sosial mereka sebagai bagian dari disiplin Ilmu Pemerintahan.
Himaju terjebak dalam rutinitas kegiatan administratif yang minim nilai substansi. Padahal tantangan mahasiswa hari ini menuntut organisasi yang mampu mendorong diskusi kritis, literasi politik, dan advokasi akademik. Ketika organisasi hanya bergerak di permukaan, maka perannya dalam membentuk pemimpin masa depan menjadi tumpul dan tak efektif.
Masalah ini tidak hanya datang dari internal organisasi mahasiswa, tetapi juga diperparah oleh lemahnya dukungan dari pihak jurusan. Komunikasi yang berjalan satu arah dan pendampingan yang bersifat administratif semata membuat Himaju kehilangan energi untuk berkembang. Padahal, peran dosen dan pimpinan jurusan sangat krusial dalam membentuk Himaju menjadi mitra strategis dalam pembelajaran dan pengembangan mahasiswa.
Kemunculan Pelaksana Tugas (PLT) dalam tubuh Himaju seharusnya menjadi alarm bagi semua pihak. Meski dianggap sebagai solusi pragmatis untuk menghindari kevakuman, PLT bukanlah hasil dari proses kaderisasi yang sehat. Jika dibiarkan, hal ini hanya akan menormalisasi pola pikir instan dalam kepemimpinan mahasiswa: cukup ditunjuk, tak perlu dibentuk.
Sudah saatnya Himaju melakukan evaluasi total. Revitalisasi organisasi perlu dilakukan dengan membangun sistem kaderisasi berkelanjutan, memperbaiki struktur internal, dan memperkuat kolaborasi antar organisasi dan pihak jurusan. Di sisi lain, jurusan juga harus melihat organisasi mahasiswa sebagai bagian dari tanggung jawab akademik, bukan sekadar urusan administratif.
Kegelisahan mahasiswa Ilmu Pemerintahan hari ini adalah cerminan kegagalan bersama dalam menciptakan ruang belajar yang utuh. Jika nilai-nilai demokrasi, etika publik, dan kepemimpinan hanya berhenti sebagai teori di ruang kuliah, maka esensi Ilmu Pemerintahan patut dipertanyakan. Kini saatnya semua elemen—mahasiswa, Himaju, jurusan, hingga alumni—bersatu untuk membenahi arah pembinaan kepemimpinan mahasiswa secara serius dan berkelanjutan.
Oleh : Exel Sambiran




