Gerak-ganda Kalasey Dua: Proyek Pembangunan Negara dan Agensi Masyarakat Sipil

  • Bagikan
M. Taufik Poli

SELAMA pemerintahan Joko Widodo, Indonesia telah mengalami peningkatan pesat dalam pembangunan infrastruktur. Ragam proyek infrastruktur ini diposisikan sebagai instrumen fisik pendukung bagi berjalannya ekonomi pasar. Sebagian besar pembangunan infrastruktur ini adalah pembangunan yang dipimpin negara (state led-development) untuk menyediakan ruang bagi beroperasinya kapital. Pembangunan dengan corak ini bisa kita lihat dalam kasus Kalasey Dua, yaitu posisi dominan negara yang dapat menentukan pemanfaatan dan peruntukan lahan yang cara memutuskannya dilakukan berdasarkan logika maksimalisasi keuntungan ekonomi sebagai bagian dari imperatif ekonomi pasar.

Keresahan analitis tulisan ini berupaya menguraikan bagiamana pembangunan negara di Desa Kalasey Dua telah mendorong agensi masyarakat sipil lokal sebagai sebuah gerak-ganda (double movement). Pembangunan negara yang telah merampas sumber daya material petani berupa lahan garapan produktif di Kalasey Dua, telah membuka peluang bagi reorganisasi masyarakat sipil lokal bersama para petani militan untuk membangun kekuatan. Walaupun dalam kasus ini pembangunan tersebut dipimpin oleh negara, bukan berarti ia terpisah secara kepentingan dari kapital swasta. Melainkan, pembangunan itu ditujukan agar ekpansi kapital dapat berlangsung secara baik dan mendapat dukungan negara.

Pasar Swa-regulasi dan Gerak-ganda Polanyi

Dalam karya masyhur Karl Polanyi “The Great Transformations: Origins of Our Time”, ia memperlihatkan bagaimana mekanisme pasar modern yang swa-regulasi telah memainkan peran sebagai perusak bagi tatanan sosial dan ekonomi. Menurut Polanyi, aktivitas ekonomi pra-moderen sebelumnya tertanam dalam hubungan sosial yang melibatkan organisasi sosial seperti keluarga, komunitas, kerabat, suku, dan agama. Dalam hubungan seperti ini, masyarakat melakukan aktivitas ekonomi seperti pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang saling bergantung antara satu dan lainnya. Aktivitas ekonomi ini dijalankan dengan prinsip-prinsip rumah tangga (household), ketimbalbalikan (resiprositas), dan redistribusi (redistribution).

Ketika transformasi sosial dan ekonomi terjadi dengan skala besar pada abad 19 di Eropa dan melahirkan ekonomi pasar modern (baca: kapitalisme), aktivitas ekonomi yang tertanam dalam hubungan sosial tersebut harus berakhir dan tergantikan dengan ekonomi pasar. Aktivitas ekonomi tidak lagi tertanam dalam hubungan sosial, akan tetapi tercerabut dari hubungan sosial. Aktivitas ekonomi diserahkan sepenuhnya pada sistem ekonomi pasar yang dianggap berjalan secara ilmiah, dan dipercaya bersifat swa-regulasi, atau dapat memperbaiki dirinya sendiri. Akibatnya, manusia dan alam dijadikan objek maksimalisasi keuntungan ekonomi semata dengan menjadikannya sebagai komoditas yang dipertukarkan, yaitu manusia menjadi tenaga kerja, tanah menjadi sewa, dan uang itu sendiri menjadi komoditas.

Akibat dari tekanan ekonomi pasar, masyarakat yang merasa terancam kehilangan alamnya, dan menolak terdehumanisasi, tidak punya pilihan selain membangun proteksi diri. Buruh yang mengorganisir diri dalam serikat untuk melawan kelas kapitalis, petani militan yang melawan perampasan tanah, dapat dilihat secara dialektis sebagai bentuk resistensi terhadap dampak ekonomi pasar. Inilah yang disebut Polanyi sebagai gerak-ganda (double movement), yaitu suatu proses dialektis dimana masyarakat melakukan proses perlindungan diri dari ancaman ekonomi pasar yang merusak.

Gerak-ganda merupakan serangkaian artikulasi perlawanan kelas marginal melawan kelas penguasa. Tujuannya adalah merusak ekonomi pasar sebagai sumber kehancuran tatanan sosial dan ekonomi.      Ketika ekonomi pasar melakukan perluasan, atau ekspansi, maka masyarakat yang terancam olehnya melakukan proteksi diri sebagai postulat dari gerak-ganda. Proteksi diri bisa berupa intervensi kebijakan seperti perbaikan upah, distribusi lahan, perlindungan sosial, atau melampaui itu sebagai gerakan dengan skala luas dengan capaian-capaian politik kelas marginal untuk berkuasa.

Kalasey Dua dan Gerak-ganda

Para petani militan dan masyarakat sipil lokal yang membangun gerakan perlawanan terhadap perampasan lahan di Kalasey Dua dapat dipahami sebagai materialisasi gerak-ganda Polanyi. Perluasan pembangunan infrastruktur di bawah kuasa developmentalisme negara dan ekspansi kapital dalam bidang industri pariwisata telah mendorong proses kehancuran sumber daya material satu-satunya, yaitu lahan garapan.

Dalam kasus ini, negara berperan sebagai agen pembangunan yang memiliki otoritas dan kekuasaan untuk menentukan peruntukan dan pemanfaatan lahan milik negara. Dalam perspektif negara sebagai instrumen kelas, pemanfaatan secara kolektif terhadap lahan produksi komoditas tani tidak memiliki keuntungan ekonomi yang signifikan. Oleh karena itu, peruntukan dan pemanfaatan lahan harus dikalkulasi secara ekonomis agar menghasilkan keuntungan ekonomi signifikan. Oleh karena negara memiliki otoritas dan kekuasaan, dan telah tertanam imperatif ekonomi pasar dalam setiap kebijaknnya, maka mengorbankan produkstifitas dan kolektifitas para petani tidak bernilai ketimbang memanfaatkan peruntukan lahan tersebut untuk industri pariwisata yang mendatangkan keuntungan ekonomi signifikan.

Wujud nyata dari itu adalah pembangunan Politeknik Negeri Pariwisata di Kalasey Dua melalui hibah pemerintah provinsi Sulawesi Utara kepada Kementrian Priwisata dan Ekonomi Kreatif. Imperatif ekonomi pasar yang bersemanyam dibalik proyek ini adalah untuk menyediakan sumber daya manusia yang dapat berperan mendorong kemajuan industri pariwisata di Sulawesi Utara. Dalam periode ‘bom pariwisata’ (tourism boom) di Sulawesi Utara, integrasi indsutri ini ke pasar global dengan membuka rute penerbangan langsung mancanegara dan pembukaan destinasi pariwisata baru tidaklah cukup.

Bagi mereka yang mendukung pandangan ekonomi dominan ini, akan beranggapan bahwa industri pariwisata memerlukan fasilitas produksi sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Akan tetapi secara kritis dengan memperhatikan kelit-kelindan kekuasaan dan pengetahuan, sumber daya manusia ini akan diproduksi dalam lembaga pendidikan yang pengetahuan serta praktiknya telah disesuaikan dengan semangat ekonomi pasar. Dengan demikian, sumber daya manusia ini adalah kata lain dari aparatus ideologis yang bertugas memberi syiar kepada masyarakat mengenai manfaat ekonomi tetapi sembari menutup mata soal kepentingan kekuasaan dibaliknya serta untuk apa dan siapa itu disiapkan.

Dari kondisi objektif yang demikian, aliansi sosial yang melibatkan petani militan, mahasiswa dan NGO secara dialektis adalah bentuk artikulasi gerak-ganda melawan ekspansi pembangunan negara dan industri pariwisata yang menganut prinsip ekonomi pasar. Mereka secara kolektif membangun gerakan sosial sebagai upaya untuk membangun kekuatan melawan kerusakan sosial dan ekonomi yang didorong oleh kepentingan negara untuk memfasilitasi pasar. Aktivitas protes melalui aksi massa, kampanye, dan pendidikan adalah hal yang selama ini telah dilakukan. Upaya yang lebih serius, misalnya menempuh sistem hukum formal dengan menggugat negara, pada faktanya belum mengasilkan apa-apa, melainkan kekecewaan. Sedangkan menjadikan itu sebagai gerakan politik, masih jauh dalam bayangan.

Beberapa Masalah di Kalasey Dua

Walaupun berhasil mengkonsolidasikan diri dalam kasus Kalasey Dua, pada faktanya aliansi masyarakat sipil lokal masih mengalami kelemahannya yang akut. Pertama, gerakan ini terlanjur layu sebelum menjadi gerakan yang berkelanjutan. Kedua, fragmentasi dan faksionalisme internal mempercepat dorongan menuju keruntuhan gerakan. Ketiga, tiadanya imajinasi gerakan politik sebagai proyek jangka  panjang menjadikan gerakan ini sebatas spontanitas kolektif yang belum mampu mengintervensi kekuasaan untuk mendorong kemajuan sosial dan ekonomi. Keempat, kuatnya struktur kekuasaan politik lokal berbasis oligarki menjadi kendala struktural yang paling sulit teratasi apabila tidak terjadi perubahan secara mendasar dalam struktur politik, tidak hanya dalam skala lokal, tetapi juga nasional.

Dengan demikian, himpitan ekonomi pasar dan pembentukan gerakan-ganda sebagai konsekuensinya di dalam kasus Kalasey Dua belum sepenuhnya termaterialisasi secara baik. Perubahan itu tidak saja tergantung pada transformasi ekonomi pasar yang akan membuat masyarakat terancam dan melakukan proteksi diri, akan tetapi juga bergantung kepada agensi masyarakat sipil lokal yang selalu berupaya memperbaiki kelemahan dan membangun gerakan ke arah yang lebih maju. Yang lebih penting lagi adalah, gerakan tersebut harus menyasar struktur dasarnya, yaitu ekonomi pasar itu sendiri.

 

Oleh: M. Taufik Poli

  • Bagikan