Gaet Pegiat Isu Gender, Deliberasi Institute Bahas Makna Consent Dalam Hubungan Seksual

  • Bagikan

acta diurna – Deliberasi Institute kembali mengadakan Diskusi #PoliticoReflectio yang bertajuk “Consent: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Signifikansinya terhadap Pencegahan Kekerasan Seksual”, Selasa (15/02/2022).

Dalam diskusi ini, Frida sebagai seorang pegiat isu gender menjadi narasumber yang membahas consent atau persetujuan dalam konteks hubungan seksual.

“Konsep consent sebenarnya sangat universal tidak hanya berkaitan dengan hubungan seksual. Istilah consent memang seringkali ditemui dalam ranah medis sebagai persetujuan dalam penanganan lebih lanjut,” jelasnya.

Frida menyatakan, ketika consent dimaknai secara detail hal ini akan sulit dipahami, maka ia memaparkan tentang konsep consent FRIES (bahasa Indonesia: kentang goreng).

“FRIES singkatan dari Freely Given (diberikan secara sukarela dan sadar tanpa tekanan atau manipulasi), Reversible (dapat dibatalkan atau ditarik), Informed (mengetahui konsekuensinya), Enthusiastic (antusias menanggapi), dan Specific (tujuan yang jelas),” ungkap Frida.

Frida juga membahas adanya ketidaksesuaian reaksi tubuh dengan apa yang kita inginkan, bahwa orgasme atau ereksi itu hal yang tidak bisa dikontrol. Hal ini sama seperti detak jantung dan sistem pencernaan.

Ia melanjutkan, bahwa dikarenakan sulit diprediksi, reaksi otomatis tubuh tidak bisa disimpulkan sebagai bentuk consent. Karena setiap orang berbeda-beda respon, ia menyematkan bahwa bisa saja, seseorang di luar sana orgasme hanya ketika alisnya dielus.

Frida menjawab pertanyaan dari Host Andini Choirunnisa terkait apakah segala bentuk postingan dan karya di media sosial dengan cara pakaian yang seksi dapat mengundang untuk dilecehkan?

Menurut Frida, “Tentu saja tidak. Hal tersebut datang dari pola pikir bagaimana laki-laki menanggapi hal tersebut ditambah dengan masyarakat kita dibentuk seperti itu,” ungkap pegiat isu gender ini.

Ketika kekerasan seksual terjadi, stigma buruk kerap disematkan bagi korban. Frida mengatakan bahwa korban mempunyai hak untuk speak up atau tidak. Namum, yang terpenting memulihkan psikologis korban dan keamanan korban.

Frida pun mengatakan dari diskusi ini, sebenarnya banyak yang ingin ia ubah seperti kecacatan logika yang bersifat reviktimisasi pada korban hingga penghapusan stigma yang disematkan bagi korban kekerasan seksual.

“Consent dapat dipahami dengan singkatan FRIES. Jika hal ini tidak terpenuhi, maka dianggap kekerasan seksual. Ayo kita ajak ngobrol orang lain yang mungkin belum paham atau menyalahkan korban, kita dapat membicarakan hal dan makna consent,” tandasnya.

Diketahui, diskusi berlangsung secara daring di Instagram @deliberasi.institute dan berlangsung hampir 50 menit. (Meiling K. Siape)

  • Bagikan