Politik Identitas adalah sebuah alat politik yang dipergunakan untuk kepentingan-kepentingan suatu kelompok elit yang memanfaatkan kelompok, etnis, suku, dan budaya ataupun agama untuk bertujuan tertentu misalnya sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut bahkan politik identitas juga dapat menunjang eksistensi atau sebagai kekutan politik dalam suatu pemilu.
Identitas dipolitisasikan melalui intrepertasi secara ekstrim yang bertujan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa “sama” baik seacara ras, etnisitas, agama maupun elemen perekat lainya. Puritanisme atau ajaran kemurnian atau ortodoksi juga berandil besar dalam memproduksi dan mendistribusikan ide “kebaikan” terhadap anggota secara satu sisi sambil di sisi lain menutup nalar perlawanan atau kritis anggota kelompok identitas tertentu.
Beberapa contoh dampak buruk politik identitas yang terjadi di luar negeri maupun di Indonesia, Amerika Serikat adalah negara besar yang sistem demokrasinya terdampak politik identitas dalam pemilihan presiden, kemenangan Donald Trump di pemilihan presiden Amerika Serikat pada November 2016 merupakan salah satu dari sekian banyak bukti nyata kebangkitan politik identitas, Donald Trump mengalakan Hilary Clinton yang di nilai terlalu mementingkan identitas kelompok-kelompok pendukungnya yaitu LGBT, Feminis, Kulit Hitam, dan Muslim sehingga Hilary Clinton merupakam identitas rakyat yang mendominasi di Amerika. Ada juga contoh yang terjadi di Indonesia yaitu pada pemilihan kepala daerah DKI Jakarta tahun 2017 khususnya pencalonan gubernur oleh 3 pasangan calon yaitu Agus Harimurni Yudhoyono-Sylviana, Basuki Tjahaja Purnama- Djarot Saiful Hidayat, Anies Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno. Pemilihan saat itu salah satu pasangan calon yaitu Ahok dan Djarot sangat memiliki sangat banyak tekanan yang di dapati mulai memperbedakan agama yang di anut oeh Ahok bahkan di anulir melakukan penistaan agama tentunya hal tersebut sangat mempengaruhi elektabilitas saat pilkasa tersebut, bahkan suku yang katanya ahok bukan asli pribumi berasal dari keluarga Tionghoa ini tentunya sudah menjadi rahasia umum bagi kita masyarakat Indonesia, tentunya pada saat itu isu yang di lemparkan kepada masyarakat menghasilkam dampak yang merugikan, bisa di lihat dari hasil yang di dapat bahwa Ahok dan Djarot di kalahkan saat itu.
Sulawesi Utara khususnya Kota Manado yang katanya adalah ‘kota toleransi’ di Indonesia nyatanya sudah melahirkan pundi-pundi politik identitas di tengah-tengah masyarakat, pemilihan Walikota Manado 2020 menjadi salah satu contoh, salah satu calon Andrai Angow mendapatkan dampak dari politik identitas di mana saat beliau mencalonkan diri menjadi Walikota Manado sempat dilemparkan isu kepada masyarakat yang sangat merugikan tentunya, Andrei Angow sempat digiring bukan beragama Kristen protestan yang notabenenya agama mayoritas di Manado melainkan beliau memeluk agama Konghucu.
Pemilu atau Pemilihan Umum pada dasarnya merupakan bentuk implementasi dari sistem demokrasi, tetapi nyatanya demokrasi saat ini dilecekan oleh poltik identitas, politik identitas sudah menjadi kebiasaan saat pemilu khususnya di tengah-tengah masyarakat Indonesia, yang seharusnya hal tersebut tidak menjadi suatu budaya malahan akan menjadi hambatan berkembangnya sistem demokrasi di Indonesia, pada dasarnya masyarakat telah di berikan kebebasan untuk memilih bahkan dilindungi oleh dasar hukum yang tercantum dalam Pasal 1 Ayat (2), Pasal 6A (1), Pasal 19 Ayat (1), dan Pasal 22C (1) UUD 1945. Ketentuan-ketentuan tersebut menunjukan adanya jaminan yuridis yang melekat bagi setiap warga negara Indonesia untuk dapat melaksanakan hak pilihnya. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa segala bentuk produk hukum perundang-undangan yang mengatur mengenai Pemilihan Umum sudah seharusnya membuka ruang yang seluas-luasnya bagi setiap warga negara untuk dapat menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum. UUD 1945 telah menjamin perlindungan hak pilih Warga Negara Indonesia dalam Pemilihan Umum tentunya hal tersebut bisa menjadi acuan untuk masyarakat tidak termakan omongan dari berbagai kelompok kepentingan yang menjual rasa kebersamaan ataupun kekeluargaan untuk mendapatkan dukungan politik.
Politik identitas merupakan salah satu masalah utama dalam setiap penyelanggaran pesta demokrasi, baik di nasional maupun internasional, politik identitas dimaksudkan sebagai praktek pengelompokan suara peserta Pemilu, melihat setiap perbedaan di masyarakat biasanya mengambil keuntungan dari pemilih mayoritas. Politik identitas atau secara sederhana bisa dimaknai sebegai strategi politik yang memanfaatkan ikatan primordialisme sebagai kategori utamanya, politik identitas adalah cara seseorang atau kelompok untuk menggapai atau menentukan posisi seseorang, kebijakan yang akan di keluarkan dan keputusan politik yang mengatasnamakan kepentingan masyarakat namun sesunggunya hanya untuk kepentingan pribadi, kelompok maupun partai politik.
Pelaksana Pemilu tentunya harus lebih cekatan menaggapi kasus-kasus politik identitas, tentunya juga masyarakatlah yang harus menjadi aktor utama dalam mencegah politik identitas, saya merasa masyarakat pada saat ini sudah pandai dan lebih bijak menilai keadaan politik di Indonesia, dari berbagai kasus dan pengalam Pemilu yang telah dilewati bahkan yang telah kita saksikan, politik identitas sangatlah mempengaruhi elektabilitas bahkan kualitas dari pemimpin yang dipilih. Indonesia saat ini krisis keterwakilan pemimpin dari masyarakat timur lebih tepatnya masyarakat minoritas, yang bisa kita analisis bahwa hal tersebut sangat berkaitan dengan politik identitas, Populisme atau sejumlah pendekatan politik yang dengan sengaja menyebut kepentingan “rakyat” yang seringkali dilawankan dengan kepentingan suatu kelompok yang disebut “elit’, hal tersebutlah yang menjadi senjata andalan suatu kelompok untuk mendapatkan keuntungan, membawa rasa kekeluargaan rasa kebersamaan menjadikan pemetaan di tengah masyarakat. Masyarakat harus mengubah cara berpikir seperti itu, 2024 akan dilaksanakan pemilihan serentak tentunya politik identitas akan menjadi kekuatan politik oleh oknum-oknum kepentingan, masyarakat harus lebih dewasa dalam mengambil keputusan jangan diperalat oleh kelompok-kelompok elit untuk kepentingan saat Pemilu. Politik identitas tidak menjadi penyatu masyarakat melainkan menjadi pemecah belah bangsa, hanya menjadi sarana seseorang untuk mendapatkan keinginan mereka, mari saya mengajak kepada seluruh masyarakat, 2024 menjadi momentum yang tepat menjadi langkah awal perubahan yang diambil masyarakat untuk menaggulangi lahirnya politik-politik identitas baru. Bersama menciptakan suasana demokrasi sesungguhnya tanpa ada rasa keterpihakan, masyarakatlah tongkat berdirinya demokrasi, nasib bangsa, nasib pemimpin yang akan memimpin bangsa ini ada di tangan kita semua. Mengambil satu langkah baru akan menentukan seribu keberhasilan bangsa ini.
Oleh : Petric Gideon Londo