Sering Terjadi Kecurangan Dalam Proses Pemilu, Liando : Kebijakan Pemilu Maupun Pilkada Masih Perlu Dibenahi

  • Bagikan
Ferry Daud Liando (foto istimewa)

actadiurna.id – Pelaksanaan Pemilu tahun 2019 dan Pilkada di Sulawesi Utara tidak hanya ditemukan banyak sekali pelanggaran, namun juga didapati banyak tindakan kejahatan yang dilakukan berbagai pihak terutama dalam rangka untuk memenangi kompetisi. Akibatnya, baik produk Pemilu maupun Pilkada cenderung belum memberikan kepuasan bagi sebagian besar masyarakat.

Demikian ungkap Dosen Kepemiluan Ferry Daud Liando di kegiatan Rapat Koordinasi Penanganan Pelanggaran Pemilihan Umum (Pemilu) yang digelar Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulawesi Utara (Sulut) dan terlaksana di Hotel Sutan Raja Minahasa Utara, Jumat (4/3/2022).

Menurutnya, proses yang buruk kerap melahirkan hasil yang buruk pula. Liando menyinggung terkait beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo tidak memberikan apresiasi kepada pemerintah daerah dalam hal penanganan penularan Covid-19 di Indonesia, melainkan apresiasi itu justru disampaikan kepada TNI dan Polri.

Liando menuturkan, strategi dan inovasi pemerintah daerah belum banyak diakui sehingga masih memerlukan pembenahan agar dapat menghasilkan aktor politik berkualitas.

“Strategi dan inovasi pemerintah daerah belum banyak diakui sehingga masih memerlukan pembenahan. Sehingga kebijakan Pemilu maupun Pilkada masih perlu dibenahi agar proses dan hasilnya dapat menghasilkan aktor-aktor politik yang berkualitas,” tuturnya.

Penyebab buruknya proses pemilu maupun pilkada disebabkan masih kuatnya proses transaksional baik terhadap Partai Politik (Parpol) dalam menentukan pasangan calon maupun masyarakat sebagai pemberi suara.

Lebih lanjut, ia menuturkan “Sebagian besar parpol cenderung belum menjadikan kualitas dan pengalaman kepemimpinan sebagai variabel utama dalam mengusung calon. Sebagian besar dipilih atas dasar pertimbangan transaksi atau uang setoran (mahar). Demikian juga halnya sikap politik masyarakat dalam menentukan pilihannya sangat tergantung pada imbalan yang diterima dari calon,” jelas Liando.

“Para calon kerap memanfaatkan perilaku pemilih irasional yang mudah disuap atau disogok,” sambungnya.

Pemilihan yang penuh dengan tabiat kejahatan seperti ini kerap mengenyampingkan calon-calon yang sesungguhnya berkualitas untuk terpilih namun karena tidak mengandalkan uang, akhirnya tidak dilirik oleh masyarakat. Justru yang terpilih adalah mereka yang menyogok.

Liando menambahkan, Bawaslu sesungguhnya diberikan kewenangan untuk mencegah terjadinya pelanggaran itu. Namun pada kenyataannya, mereka kerap terbelenggu oleh regulasi yang tidak mendukung.

Ferry juga menjelaskan waktu penanganan pelanggaran dalam Pemilu oleh Bawaslu “Dalam penanganan pelanggaran Pemilu, Bawaslu hanya diberi kesempatan untuk menangani hingga hasil hanya 7 hari dan jika memerlukan keterangan tambahan hanya dapat diperpanjang selama 7 hari. Dalam Undang-Undang (UU) Pilkada, waktu penanganan hanya 3 plus 2 hari,” ujarnya.

Ia melanjutkan, jika laporannya banyak maka maka membutuhkan saksi yang banyak tentu bukanlah yang yang gampang, “Sementara itu lembaga Gakkumdu yang menangani dugaan pelanggaran kerap menemui beda persepsi hukum dalam penanganan,” bebernya.

Di sisi lain, kesadaran masyarakat dalam memberikan laporan sangatlah terbatas. Selama ini mayoritas pelanggaran yang ditangani bersifat temuan langsung oleh pengawas.

Bawaslu juga kerap menghadapi kesulitan karena sulitnya menghadirkan terlapor maupun saksi dalam persidangan.

Masalah-masalah ini perlu dicarikan jalan keluar mengingat UU No. 7 tahun 2017 tentang pemilu dan UU No. 10 tahun 2016 tentang pilkada tidak melalui proses revisi dan kedua UU ini tetap akan digunakan pada pemilu dan pilkada di tahun 2024

“Sehingga pelanggaran dan kejahatan yang terjadi pada pemilu 2019 dan pilkada 2020 masih berpotensi akan terulang kembali pada tahun 2024,” pungkasnya.

Diketahui, turut memberikan materi Ketua Bawaslu RI, Abhan dan ketua Bawalsu Sulut, Dr. Herwyn Malonda. Peserta kegiatan adalah anggota Bawaslu Babupaten/Kota se-Sulut.

Reporter : Ekleysia Werot

Editor : Louis Lolong

  • Bagikan