Rektor Unsrat Buka Diskusi Publik tentang Tata Kelola Pemilu Ramah HAM di FISIP Unsrat

  • Bagikan
Rektor Unsrat, Prof. Dr. Ir Oktovian Berty Alexander Sompie M.Eng, IPU. ASEAN Eng

Actadiurna.id – Pemilu Sebagai syarat penting bagi negara yang menganut demokrasi, pemilu yang berkualitas akan berimplikasi kepada pembangungan sistem politik negara terlebih khusus dalam mengekspresikan politik dalam perwujudan Hak Asasi Manusia (HAM).

Hal ini disampaikan oleh Rektor Unsrat, Prof. Dr. Ir Oktovian Berty Alexander Sompie M.Eng, IPU. ASEAN Eng saat membuka secara langsung diskusi publik bertajuk “Catatan Kritis tentang Perubahan Tata Kelola Pemilu Ramah HAM” di Aula FISIP Unsrat, Selasa (30/07/24).

Rektor menekankan pentingnya pemilu yang berorientasi pada kepentingan kemanusiaan sebagai bagian dari peradaban bangsa.

“Sebagaimana diamanatkan dalam UUD NRI 1945 pasal 28C ayat 2 dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM memberikan dorongan kepada warga negara untuk berhak memilih atau dipilih dalam pemilu. Sehingga negara Indonesia ini memberi kesempatan kepada kita semua untuk terlibat dalam agenda pemilu,” ungkapnya.

Pada pelaksanaan pemilu 2024, sompie mencatat masih adanya kekurangan dalam regulasi, partisipasi pemilih, penyelenggaraan dan partisipasi peserta pemilu dan perlu adanya catatan-catatan perbaikan untuk pelaksanaan pemilu kedepan khususnya dalam perwujudan HAM.

“Forum diskusi ini menjadi ruang yang mulia untuk menorehkan gagasan-gagasan brilian dalam perbaikan kedepan,” pungkasnya.

Disisi lain Dekan FISIP Unsrat, Ferry Liando yang juga menjadi salah satu pembicara dalam kegiatan ini mengidentifikasi tiga fenomena utama yang mengganggu kedaulatan rakyat selama pemilu.

“Pertama, Kedaulatan dihilangkan terjadi Ketika warga negara yang memenuhi syarat tidak terdaftar sebagai pemilih, sering kali akibat daftar pemilih yang tidak akurat, yang berdampak pada ketidakcukupan kertas suara,” tuturnya.

“Kedua, Kedaulatan dibatasi sering kali desebabkan oleh intimidasi terhadap pemilih, dapat berupa ancaman pencabutan bantuan sosial jika pemilih tidak mendukung calon tertentu, praktik suap atau pembelian suara oleh calon legislatif,” tambahnya.

Ketiga, Ferry menyoroti penyalahgunaan kedaulatan rakyat melalui manipulasi suara dalam perhitungan, penjumlahan, dan rekapitulasi.

“Terganggunya kedaulatan rakyat sama dengan pelanggaran HAM dan penting untuk memastikan bahwa pemilu berjalan dengan jujur dan adil, menghormati hak setiap warga negara,” terangnya.

Acara ini dihadiri oleh Wakil Ketua Komisioner Nasional HAM, Pramono Ubaid Tanthowi, M.A; Jajaran pimpinan fakultas, jurusan, program studi, narasumber dan peserta diskusi.

Reporter : Kezia Laloan

  • Bagikan