MANUSKRIP ini adalah salah satu program utama kami KKT 139 posko Kaleosan dengan hasil observasi yang kami amati diawal penugasan, ketika sebuah desa memiliki sejarah yang unik namun sejarah tersebut semakin lama semakin menghilang dan hampir dilupakan menurut kami itulah alasan kami membuat manuskrip ini. Dengan menanyakan ke beberapa tokoh masyarakat yang ada di desa ini kami berusaha memaksimalkan pembuatan manuskrip ini, kiranya manuskrip ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, kami memohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan manuskrip ini dan kesalahan informasi, dikarenakan waktu yang tidak lama sehingga informasi yang kami dapat hanya berasal dari 3 narasumber.
Harapan kami kedepannya jika ada orang yang menyukai menulis sejarah kiranya orang itu bisa membuat dan melengkapi sejarah dari Desa Kaleosan ini karena pada dasarnya desa ini adalah sebuah desa yang memiliki sejarah yang sangat menarik yang harusnya diketahui seluruh orang, terlebih masyarakat Desa Kaleosan ini sendiri. Kami ucapkan terima kasih kepada Tuhan yang Maha Esa karena anugerahnya manuskrip ini dapat terselesaikan dengan baik, kami mengucapkan terima kasih pula kepada orang-orang yang ikut serta membantu dalam pelaksanaan KKT kami terlebih para narasumber yang membantu kami mengumpulkan informasi dalam pembentukan manuskrip ini. Kembali lagi harapan besar kami manuskrip ini bisa sangat bermanfaat dan bisa menambah pengetahuan sejarah Desa Kaleosan, serta harapan kami akan ada sejarawan yang akan membuat buku mengenai Desa Kaleosan.
KKT 139 UNSRAT
Kordinator P3KKNT : Dr.Ir. Rignolda Djamaludin, M.Sc
Dosen Pengawas Lapangan : Rudolf Sam Mamengko, SH, MH
Dosen Pembimbing Lapangan : Dr. Eng. Herawaty Riogilang, ST, MEnvEngSc
Mahasiswa :
- Ronny Saragih
- Andry Timporok
- Ingrine Katuuk
- Natasha Putong
- Waya Pieter
- Sabina Hajira
- Sheren Mamoto
- Sendy Rorong
- Agus Pabontong
- Yecika Monding
Narasumber :
- Arbius Sumampow (Hukum Tua ke-14)
- B.Tentero (ketua jemaat GMIM ke-4)
- Jufry Sigar (Hukum Tua ke-18)
Kaleosan adalah sebuah desa yang berada di pedalaman Minahasa tepatnya berada di kecamatan Lembean Timur, desa ini adalah sebuah desa yang memiliki kisah unik dan sangat menarik. Desa ini terbentuk karena seseorang yang bernama Richard Lumatauw, yang dimana pada saat itu ia berjalan dari Desa Paslaten menuju ke arah Selatan, pasca kalahnya beliau dari kontestasi pemilihan kepala desa atau yang kerap disebut masyarakat Minahasa sebagai Hukum Tua di Desa Paslaten pada tahun 1925, Richard ini tidak sendirian keluar dari Desa Paslaten, namun saat itu ia juga mengajak 8 orang para pengikutnya yang mendukung beliau ketika kontestasi pemilihan hukum tua di Desa Paslaten. Pada masa itu, yang kini disebut sebagai Desa Kaleosan adalah sebuah area hutan terlarang yang dikuasai pemerintahan Hindia Belanda, Richard sendiri mengajak 8 pengikutnya untuk membuka lahan tersebut yang kaya akan sumber daya alam dan mengarahkan para pengikutnya untuk bertani dan berburu demi melangsungkan kehidupan para pengikutnya, pembangunan rumah-rumah masyarakat pun berjalan. Pada saat itu, karena masih menjadi hutan larangan mereka banyak memotong pohon dan membuka lahan untuk membangun rumah di pegunungan dan membuat lahan Perkebunan.
Namun, pohon yang ditebang dipergunakan sebagai bahan dasar pembuatan rumah penduduk dan pada saat itu pembentukan model rumah cukup tinggi karena daerah hutan larangan yang masih banyak hewan liar dan bertujuan untuk menghindari hewan-hewan liar tersebut, pada saat itu rumah penduduk berada di atas pegunugan namun seiring berjalannya waktu masyarakat memutuskan untuk membangun rumah dan memindahkan rumah mereka ke bawah dataran rendah yang dapat menjangkau sumber mata air dan bahkan sampai kini pertambahan penduduk dan Pembangunan rumah-rumah warga masih terus berjalan.
Pada masa itu, banyak pihak yang meminta untuk membuka area ini sebagai sebuah desa namun penolakan secara terus menerus diberikan pihak Hindia Belanda kepada pihak-pihak yang mengajukan permohonan pembukaan desa, namun dikarenakan Richard memiliki darah dari keturunan keluarga Sumaiku yang dimana dulu dianggap sebagai keturunan Bangsawan. Hal tersebut menjadi salah satu pertimbangan dari pihak Hindia Belanda karena saat itu pemerintah Hindia Belanda menganggap setiap orang yang memiliki darah keturunan Bangsawan ini adalah orang-orang yang dapat diandalkan dan dapat dipercaya.
Maka dari itu ketika Richard membuat pengajuan pembukaan desa kepada pihak Hindia Belanda permohonan tersebut langsung mendapatkan persetujuan. Lalu pada 20 Desember 1927 disahkanlah sebuah desa yang Bernama Desa Kaleosan, yang awalnya desa ini bernama Kinaleosan yang dimana masyarakat Minahasa percaya akan arti kata “leos” yang berarti “tabae” karena pada saat itu banyaknya penolakan pembukaan desa yang diajukan kepada pihak Hindia Belanda dan ketika Richard memberikan pengajuan tersebut langsung mendapatkan persetujuan dari pihak Hindia Belanda.
Meskipun karena ada keterkaitannya dengan darah keturunan Richard sendiri, Masyarakat dan Richard merasa ini adalah sebuah awal keberuntungan mereka dalam menjalankan kehidupan yang baru dalam membuka sebuah desa. Namun, karena pada saat itu telah terdapat sebuah desa yang bernama Kinaleosan dan saat itu mendapat teguran dari para Hukum Besar karena sudah ada desa yang bernama Kinaleosan maka Richard dan masyarakat pada saat itu memutuskan mengganti nama desa menjadi Desa Kaleosan dan yang menjadi bukti pengesahan desa ini adalah sebuah batu yang di ukir atau sering di sebut prasasti dan diletakan di depan gereja GMIM yang terdapat di Desa Kaleosan dan masih berada dalam kecamatan Kakas. Setelah itu segala perkembangan dan Pembangunan demi kemajuan Desa Kaleosan terus berjalan.
Pada tahun 1929 bapak Richard Lumatauw atau yang pada saat itu kerap disebut keluarga Tonaas Lumatauw, dikarenakan istrinya dahulu adalah seorang bidan desa dan beliau sendiri adalah orang yang membawa perubahan di Desa Kaleosan, beliau bersama masyarakat Desa Kaleosan menyadari bahwa Masyarakat Minahasa terlebih masyarakat Desa Kaleosan tidak suka menulis dan pada saat itu dibangunlah sebuah Sekolah Dasar (SD) di Desa Kaleosan yang dinaungi oleh gereja yang dulu kerap disebut sending namun terjadi sebuah perselisihan antara pemerintah desa bersama masyarakat dengan para petinggi sending, yang dimana pada saat itu sekolah dasar di Desa Kaleosan tidak diberikan tenaga pendidik untuk mengajar siswa-siswi di Sekolah Dasar itu sehingga menimbulkan kemurkaan dari para masyarakat Desa Kaleosan.
Setelah itu bapak Richard memberikan ancaman kepada pemerintah Hindia Belanda bahwa jika pemerintah Hindia Belanda tidak segera memberikan tenaga pendidik maka beliau akan mengajak dan menarik masyarakat Desa Kalesoan untuk beralih ke Agama Katholik, lalu segera pemerintah Hindia Belanda memberi perintah kepada petinggi sending setempat yang terdapat di Desa Kaleosan untuk segera memberikan tenaga pendidik untuk SD di Desa Kaleosan dan seiring berjalannya waktu sending menjadi GMIM sehingga SD dinamai SD GMIM namun pergantian yang menaungi SD mendapatkan pergantian kembali dimana sampai kini tahun 2024.
SD tersebut menjadi SDN Kaleosan dan untuk tahun pergantian sampai saat ini belum diketahui karena tidak ada narasumber yang mengetahuinya dikarenakan waktu yang cukup lama dan regenerasi masyarakat di Desa Kaleosan yang terbilang cukup cepat, dan sampai saat ini dengan adanya perkembangan dan Pembangunan terdapat 2 sekolah di Desa Kaleosan sendiri, yaitu SDN Kaleosan dan PAUD & TK Imanuel Kaleosan, diketahui sampai saat ini Sekolah Paud dan TK ini masih tetap dinaungi oleh GMIM dan untuk lokasi sendiri terletak di Gedung GMIM Imanuel Kaleosan.
Meskipun di Desa Kaleosan ini hanya terdapat 2 sekolah namun keinginan belajar anak-anak Desa Kaleosan terbilang cukup tinggi sehingga setelah lulus SD untuk melanjutkan jenjang yang lebih tinggi anak-anak Desa Kaleosan banyak yang bersekolah di desa tetangga seperti sekolah yang terdapat di Desa Karor dan tidak sedikit anak-anak Desa Kaleosan yang melanjutkan Pendidikan di kecamatan tetangga yaitu kecamatan Kakas dan juga perlu di ketahui tidak sedikit juga pemuda-pemudi yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di luar daerah seperti di Manado dan Tondano serta daerah lainnya.
Maka dari saat itu sampai saat ini dengan berjalannya waktu serta perkembangan zaman keinginan belajar anak-anak di Desa Kaleosan ini terus berkembang serta meningkat. Maka peran pemerintah setempat dan pemerintah pusat sangatlah penting dalam memperhatikan Masyarakat di Desa Kaleosan dalam segala bidang terlebih dalam bidang Pendidikan. Seiring berjalannya waktu dan pergantian nahkoda yang memimpin Desa Kaleosan sampai kini para masyarakat juga mengharapkan perkembangan terhadap infrastruktur desa terlebih perkembangan infrastruktur pendidikan yang dimana masyarakat sangat menginginkan kedepan akan terdapat penerus-penerus bangsa seperti bapak Richard Lumatauw yang membawa perubahan dan mencatat dalam catatan sejarah perkembangan dan perubahan besar terhadap bangsa dan negara serta terhadap Desa Kaleosan yang di cintai ini, karena Sejarah dari Desa Kaleosan yang sangat menarik ini bisa menjadi Pelajaran bahwa betapa pentingnya Pendidikan dalam kehidupan terlebih dalam menuju perubahan Desa Kaleosan yang dicintai ini.
Pada awalnya, Masyarakat Kaleosan selain berkebun bermata pencaharian sebagai pembuat mebel karena kekayaan alamnya yang pada saat itu masih banyak terdapat Pohon Cempaka yang memiliki daya tahan yang cukup lama sehingga desa ini menjadi desa pembuat mebel yang memiliki branding yang bernama Mebel Kaleosan. Namun lagi dan lagi seiring berjalannya waktu semakin banyak perusahaan atau daerah- daerah yang membuat kursi kayu sehingga julukan Mebel Kaleosan pun lambat laun menghilang sekitar tahun 1960-an.
Disamping itu, pada tahun 1952 dengan naiknya harga cengkih pada masa itu membuat masyarakat beralih menanam cengkih, vanili dan tanaman lainnya, namun yang paling tersohor sampai kini adalah Desa Kaleosan sebagai desa cengkih dan naik turunnya harga cengkih sangatlah mempengaruhi pendapatan masyarakat Desa Kaleosan.
Sama seperti desa-desa lainnya Desa Kaleosan memiliki tradisi, yang meskipun sampai kini mungkin sudah sedikit pudar namun mempunyai sebuah hal yang membuatnya menjadi menarik, pada saat itu dikarenakan belum terdapat tempat untuk mencetak dan mengeluarkan surat nikah maka masyarakat menjadikan buah pinang sebagai tanda pengganti akta nikah, sepasang insan tersebut akan membelah pinang dan tiap individu akan menyimpan setengah bagian sebagai tanda bahwa mereka telah menikah.
Lalu, yang lebih menarik lagi terdapat sebuah tradisi saat seseorang meninggal dunia di desa ini tradisi tersebut bernama lumoang, lumoang ini adalah 40 hari setelah penguburan. Keluarga akan membuat acara dan mengajak masyarakat untuk pergi ke kebun yang paling jauh dan membuat acara makan bersama, dipercaya bahwasannnya dengan mereka berjalan menuju kebun yang jauh maka mereka akan mengantarkan jiwa untuk pergi jauh.
Ketika salah satu dari sepasang insan meninggal dunia setengah pinang yang dipotong saat pernikahan akan dilemparkan dan karena masih kentalnya tradisi dan kebersamaan masyarakat di Desa Kaleosan sama seperti desa-desa lainnya ketika terdapat orang yang meninggal dunia seluruh masyarakat kampung akan ikut serta membantu, atas kesadaran individu masing-masing tidak ada Masyarakat yang melanjutkan berkebun, semua akan ikut serta membantu keluarga yang berduka, tanda-tanda yang dipercayai masyarakat pun cukup menarik seperti dodeso, dodeso ini adalah ketika terdengar suara burung manguni berbunyi sebanyak sembilan kali itu adalah sebuah tanda bahwa perangkap babi hutan yang di buat masyarakat telah mengenai target atau telah ada babi yang tertangkap.
Di Desa Kaleosan sampai saat ini memiliki tiga tempat ibadah yaitu GMIM, GPDI, dan GKBI, ketiga gereja itu memiliki historis masing-masing yang sangat berperan penting selama berjalannya sejarah Desa Kaleosan. Namun, dari awal terbukanya Desa Kaleosan gereja GMIM lah yang memiliki peran penting sehingga meskipun tersahkannya Desa Kaleosan pada tanggal 20 Desember 1927 namun sampai kini tanggal 28 Agustus 1927 disahkan sebagai hari lahirnya Desa Kaleosan yang dimana tanggal itu juga termasuk tanggal berdirinya gereja GMIM Imanuel Kaleosan.
12 Ketua Jemaat GMIM Imanuel Kaleosan dari awal desa terbentuk sampai saat ini:
- Ferdinan Maleke
- Yefta Kombeitan
- Imanuel Kalengkongan
- B. Tentero
- Brocesh Sigar
- Kaut Maleke
- Pusung Rompas
- Palande Koraah
- Marentek
- Alvian simbawa
- Pdt Kandio Rumagit
18 Hukum Tua dari pertama desa di buka 1927 sampai saat ini 2024
- Richard Lumatauw
- Paul Tompunu
- Esau Tigau
- Inaray Samuaga
- Gerson Tompunu
- Alberto Lontaan
- Gustaf Tigau
- Jidon k. Lontaan
- Kaler Fredric Kalengkongan
- Jidon Lontaan
- Narsius Tungka
- H. Kombaitan
- Semuel Maleke
- Arbius Sumampow
- C. Kalengkongan
- Herman Lumatauw
- Herdi Lontaan
- Jufry Guspita Sigar
Penulis : Tim KKT 139 UNSRAT – Posko Kaleosan