Kemerdekaan Rapuh Perempuan Indonesia

  • Bagikan
Gwyneth Jesica Wekes (foto ist)

 

Penulis: Gwyneth Jesica Wekes

Kondisi perempuan di masa kini dan masa lalu sangatlah berbeda, dalam beberapa kurun waktu di masa lampau perempuan tidak di berikan tempat dan kebebasan untuk mengemukakan aspirasi misalnya seperti yang terjadi pada R. A. Kartini seorang pahlawan emansipasi perempuan, saat ia masih kecil oleh sang ayah Kartini diminta untuk tidak melanjutkan sekolah, sampai di pingit tidak boleh keluar dari rumah sesuai kebiasaan tradisi. Aturan adat dan konstruksi sosial membuat perempuan berada di bawah laki-laki, mengenai pekerjaan yang tidak setara bagaimana perempuan harus di rumah dan tidak boleh memperoleh pendidikan tinggi? Sejarah itu menggambarkan bahwa kaum perempuan berada di bawah cengkeraman patriarki.

Zaman sekarang perempuan lebih merdeka baik dari segi pendidikan dan kesetaraan gender, maka disimpulkan kebebasan dari cengkeraman patriarki hampir digenggam penuh oleh kaum perempuan Indonesia, hal tersebut sebagai bukti perjuangan Pahlawan Emansipasi, R.A Kartini yang sudah berjuang mendobrak penindasan kepada kaum perempuan di dunia pendidikan, buktinya perempuan Indonesia sudah bebas menentukan jalan pendidikannya.

Beranjak dari kebebasan atas hak-hak yang diperjuangkan pada masa lalu jika dikaitkan dengan zaman milenial ini, kebebasan untuk perempuan kesannya hanya menjadi cover. Berarti kebebasan yang diperjuangkan oleh R.A Kartini tidak benar-benar kita perjuangkan pada saat ini, Kebebasan hanya menjadi acuan semata.

Sebagian perempuan sedikit menyimpang dari kebebasan yang sesungguhnya, misalnya dari segi moralitas ada perempuan yang memperlihatkan diri dalam balutan busana seksi walaupun hal tersebut sebagai kebebasan berekspresi. Tetapi, kita harus tetap memikirkan sisi feminitas sebagai perempuan, ada juga perempuan yang ingin menyamai laki-laki. Di tambah masuknya budaya barat yang melapisi gaya hidup perempuan muda semakin meracuni generasi bangsa dan tidak sedikit perempuan yang diracuni kemewahan dan kecanggihan, kemudian akan mempengaruhi keterwakilan perempuan sebagai pelopor pembangunan bangsa dan lunturnya nilai budaya, perilaku semacam itu justru menghancurkan derajat dan makna dari perempuan yang sesungguhnya.

Bagaimana kita bisa menghilangkan stigma negatif terhadap perempuan?

Pada perempuan stigmanya ada di ranah privat dan posisi subordinatnya dari laki- laki, ketika perempuan bisa melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai Ibu maka ia akan mendapatkan pujian sebagai “Ibu yang baik”, dari stereotip tersebut bisa diambil maknanya hal positif bisa mengubah stigma negatif menjadi stigma positif.

Era globalisasi membawa perubahan dalam semua aspek kehidupan, perempuan sebagai elemen penting harus tetap mengambil peran di era ini, tanpa meninggalkan sisi feminitasnya. Bagi kaum perempuan, menjaga sikap, perilaku dan perkataan, merupakan kebebasan yang sesungguhnya, kebebasan hak perempuan dalam sejarah pahlawan emansipasi akan tetap berkembang jika pendidikan moral juga diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Semoga perempuan Indonesia dapat menjawab tantangan globalisasi, menjadi contoh dan teladan, memberi manfaat bagi orang di sekitarnya.*

  • Bagikan