Isu Pemalsuan Dokumen Kependudukan dalam Pemilu, Parpol Bisa dipidana

  • Bagikan
Ferry Daud Liando (foto ist)

actadiurna.id – Menjelang pemilu, berbagai pelanggaran kerap dicegah demi menjaga integritas pemilu yang akan terlaksana pada 2024 mendatang.

Salah satunya partai politik (parpol) yang dengan sengaja menggunakan KTP orang lain untuk dimasukan sebagai anggota atau pengurus parpol tanpa persetujuannya, oknum dalam parpol itu bisa dipidanakan.

“Setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukan dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun,” jelas Ferry Daud Liando, akademisi kepemiluan Fispol Unsrat.

Ia menjelaskan ketentuan pidana pemalsuan Kartu Tanda Penduduk Eleketronik dan dokumen kependudukan lainnya telah diatur dalam Pasal 95B Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

“Aturan tersebut juga mengatur ketentuan pidana kepada pihak yang memerintahkan, memfasilitasi, dan melakukan manipulasi data kependudukan, dengan ancaman penjara enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 75 juta,” ungkapnya.

Menurut informasi dari KPU RI dan Bawaslu RI bahwa terdaapat banyak nama penyelenggara pemilu yang di catut namanya oleh parpol sebagai anngotanya. Hal itu diperoleh KPU pada saat pengecekan NIK anggota parpol dab ditemukan bayak penyelenggara yang tercatat.

Bukan tidak mungkin ada banyak masyarakat lain yang juga namanya dicatut.

Untuk mengecek apakah namanya di catut, masyarakat bisa mengakses melalui aplikasi yang di sediakan KPU. Hanya dengan mengimput NIK maka informasi sudah terlacak.

Sementara itu, sesuai UU pemilu yang menyebutkan bahwa parpol calon peserta pemilu harus mendaftar di KPU dan dilakukan proses verifikasi administrasi dan faktual. Khusus parpol peraih kursi pemilu 2019, hanya melalui verifikasi administrasi.

“Syarat bagi parpol calon peserta pemilu harus memiliki kepengurusan di 34 provinsi, 75 persen kabupaten/kota dan 50 persen di jumlah kecamatan di setiap kabupaten/kota.

Selain pengurus harus juga dilengkapi dengan kantor sekretariat dan anggota 1/1000,” jelas Liando.

Ia memaparkan bahwa “Selama ini ada banyak parpol yang sulit memperoleh anggota. Banyak masyarakat yang tidak bersedia menjadi anngota parpol. Karena itulah banyak parpol berusaha memanipulasi anggotanya dengan mencatut nama orang,” tegasnya.

Tak hanya itu, turut dijelaskan sejumlah alasan mengapa masyarakat tidak mau menjadi anggota parpol. Karir politik di parpol yang tidak terjamin menjadi salah satunya.

“Karier politik di parpol tidak menjamin. Meski sudah lama menjadi kader tapi tidak menjamin untuk di promosi pada jabatan-jabatan politik. Yang menjadi calon legislatif atau kepala daerah justru bukan kader parpol,” tutur Liando.

Selain itu, perilaku lembaga survey yang menempatkan parpol sebagai lembaga yang tidak dipercaya publik. Trauma masyarakat akan perilaku elit yang korup juga menjadi alasannya.

“Hampir semua lembaga survey selalu menempatkan parpol sebagai lembaga yang paling tidak dipercaya publik. 3. Masyarakat trauma dengan prilaku elit yang korup dan sebagian besar tidak memiliki komitmen melayani masyarakat,” pungkasnya.

Hal ini dianggap publik bahwa parpol gagal membentuk kader-kadernya menjadi pemimpin yang baik.(*)

Editor: Anatasya Patricia

  • Bagikan