GMNI Fispol adakan Bincang Sarinah, bahas Kekangan Moralitas Kolot pada Perempuan

  • Bagikan
Dokumentasi Kegiatan Bincang Sarinah

actadiurna.id – Sejatinya, adalah sebuah keresahan bagi kaum perempuan dimana kekangan ini selalu terjadi di kalangan perempuan dan moralitas kolot adalah ketidakmampuan berpikir atau pola pikir yang masih terikat dengan adat dan tidak mengikuti perkembangan zaman.

Demikian ungkap salah satu pemateri, Cika Balirante, Wakil Ketua bidang Kesarinahan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang diadakan GMNI Swaradika Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fispol) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) yang bertajuk “Perempuan dalam Kekangan Moralitas Kolot” di Kafe Kopico, Sabtu (2/4/2022).

Ia menyayangkan pemikiran yang masih langgeng di masyarakat terkait bagaimana perempuan tidak perlu menempuh pendidikan tinggi karena sulit dapat jodoh dalam artian laki-laki lebih merasa insecure jika perempuan memiliki tingkat pendidikan di atasnya.

“Padahal, pendidikan tinggi bisa berpengaruh pada keturunan kita nanti, bagaimana kita sebagai seorang perempuan bisa mendidik anaknya dengan baik,” tutur perempuan yang akrab disapa Sarinah Cika itu.

Cika turut menyinggung bagaimana pakaian wanita selalu menjadi perhatian oleh masyarakat yang terlanjut termakan stigma dalam kultur budaya patriarki.

“Pakaian wanita selalu menjadi perhatian. Terlanjur terstigma dari lahir dan masih teranut dalam kultur budaya yang tidak mengikuti budaya luar,” bebernya.

Menurutnya, perempuan harus peka dan jangan terbawa oleh perkembangan zaman terlepas dari kebebasan yang diperjuangkan perempuan.

“Perkembangan zaman ini harus mencerdaskan. Bagaimana perempuan bisa menangkap dan peka terhadap keadaan dan jangan terbawa oleh perkembangan zaman,” tutur Sarinah Cika.

Senada dengan Cika, Akiela Polii selaku Sekretaris Komisariat GMNI Swaradika Fispol yang juga hadir sebagai pemateri memaparkan bahwa modernisasi ini pun masih susah lepas dari kesenjangan gender.

“Dalil yang berkata, itu adalah kodratnya dimana laki-laki harus lebih tinggi dari perempuan. Modernisasi ini pun susah lepas dari kesenjangan gender karena sampai saat ini, Indonesia masih dikuasasi sistem patriarki itu sendiri,” imbuhnya.

Sarinah yang akrab disapa Echa ini menuturkan bahwa yang mengekang kebebasan perempuan bukan hanya laki-laki, bahkan antara perempuan dan perempuan itu sendiri masih masih sering saling serang.

“Bukan hanya laki-laki yang mengekang, tapi masyarakat. Maka emansipasi perempuan harus dimulai dari gadis desa. karena ia sangat dibalut oleh kultur,” tekannya.

Echa menambahkan, emansipasi adalah ketika perempuan mampu berdiri di atas ketertindasan oleh kukungan patriarki. “Jadilah perempuan sosialis dimana laki-laki dan perempuan berdiri setara!” tandasnya.

Adapun hasil Bincang Sarinah ini berakhir pada kesepakatan bahwa:

1. Moralitas perempuan tidak dinilai dari cara berpakaian dan apa yang ia konsumsi.

2. Faktor pernikahan dini, pergaulan, ekonomi dan budaya. Maka di desa-desa butuh penguatan sosialisasi tentang pernikahan dini dan pergaulan bebas.

3. Eksisnya organisasi kemasyarakatan seperti PKK harusnya merangkul bukan hanya ibu-ibu pejabat, melainkan merangkul juga ibu-ibu yang nikah muda, dan lain-lain.

Adapun diskusi internal komisariat khusus sarinah (anggota perempuan GMNI) ini berlangsung interaktif dari jam 16.10 – 18.00 WITA. (Andini Choirunnisa)

  • Bagikan