Penulis: Andre Marentek
Kampus sejatinya menjadi ruang pembelajaran profesional antara mahasiswa dan para dosen, dimana mahasiswa diberikan keluasaan selebar lebarnya dalam berpikir dan mengkritisi sebuah fenomena.
Mahasiswa merupakan instrumen yang sangat berpengaruh di masyarakat. Pasalnya, mahasiswa selalu digambarkan sebagai penyambung lidah rakyat, kaum intelektual dan memiliki moral yang tinggi.
Mahasiswa selalu diidentikan dengan lagak yang terlalu kritis, berapi-api dan ambisius. Sementara, itulah celah yang selalu dipakai dosen untuk beradu argumentasi dengan mereka.
Selain itu, mahasiswa adalah sebuah kelompok yang sangat tidak nyaman jika penampilan mereka dipermasalahkan seperti gaya berpakaian juga potongan rambut.
Tak sedikit dari mahasiswa juga yang berlakon layaknya seorang pesohor, politisi elit di kampus, menganggap diri terlalu sakti di depan juniornya.
Bahwasanya juga, mahasiswa terlalu bertingkah seakan merekalah yang lebih mengerti sebuah konsep kehidupan dan para dosen harus memaklumi hal tersebut.
Tak ayal di beberapa kampus sering ditemukan perseteruan antara dosen dan mahasiswa, hanya karena mungkin siapa yang lebih benar sampai keduanya menjadi salah.
Istilah “Dosen Killer” adalah pemaknaan kepada dosen yang dirasa pelit terhadap nilai, terlalu banyak aturan, selalu menuntut banyak kepada mahasiswa serta mempermasalahkan gaya rambut.
Selain itu, ada juga mahasiswa yang ditahan sampai belasan semester dengan alasan dosen bertolak ke kota sebelah karena tuntutan sebuah pengabdian.
Sampai pada titik di mana, banyak dari mahasiswa memupus harapan hanya karena ego melihat orang tua yang semakin menua dan dosen semakin lama menahannya.
Ada sebuah kalimat bertuliskan begini, “Mahasiswa takut pada dosen, dosen takut pada dekan, dekan takut pada rektor, rektor takut pada menteri, menteri takut pada presiden, presiden takut pada mahasiswa.” Sebuah kesinambungan yang nampaknya benar.
Bahkan sehebat hebatnya mahasiswa menaklukkan sebuah aksi dengan berapi-api, namun ketika di ruangan kelas akan kalah dengan dosen.
Namun tidak semua dosen dan mahasiswa berseteru, banyak dari mereka juga sadar akan pentingnya kerja sama dan saling mencerdaskan.
Bahkan ada dosen layaknya selalu dipuja mahasiswa karena sifat mendidik dibawakan dengan gaya guyonan, dan tidak mementingkan penampilan mahasiswa.
Sejatinya, dosen dan mahasiswa adalah satu kesatuan yang harus terus bekerja sama saling mendidik dan mengontrol semua fenomena di masyarakat.
Baik dosen juga mahasiswa keduanya haruslah menurunkan ego masing-masing, saling menerima kritik satu sama lain.
Sehingga tujuan mencerdaskan bangsa benar benar sampai.
Kampus seharusnya merawat terus hubungan baik antara kedua unsur tersebut, sehingga menciptakan kolaborasi intelektual yang tidak terbantahkan.
“In harmonia progressio”*