Dampak Industri Pertambangan Terhadap Kondisi Sosial Masyarakat di Kabupaten Kepulauan Sangihe

  • Bagikan
Tesis Samuntia, Jovano Apituley, Violeta Kawengian, Patricia Pandeiroot, Kimberly Mantik (foto ist)

KAJIAN STRATEGIS TAMBANG

Oleh : Tesis Samuntia, Jovano Apituley, Violeta Kawengian, Patricia Pandeiroot, Kimberly Mantik

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 33 ayat (3) mengatur bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Norma konstitusi ini telah memberikan arah pembangunan sumber daya alam nasional, yaitu dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat. Kedua prinsip di atas merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pemisahan keduanya justru akan kontrapoduktif dengan konsep penguasaan negara yang dimaksud dan dapat menyebabkan adanya monopoli sumber daya alam oleh pemilik modal atau pihak asing yang keuntungannya hanya akan lari ke luar negeri dan dinikmati oleh segelintir orang saja dan bukan untuk masyakat dan pembangunan Indonesia.Di era modern saat ini persaingan ekonomi semakin tinggi, individu dan kelompok berlomba-lomba memenuhi kebutuhan atau bahkan memperbanyak kekayaan dengan membangun usaha salah satunya dengan usaha tambang. Indonesia merupakan Negara yang memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah salah satunya yaitu kandungan mineral dimana kandungan mineral terdapat unsur-unsur kimia yang sangat berharga seperti emas, nikel, tembaga, dan senyawa lain yang memiliki nilai guna yang tinggi. Mengingat UUD NRI 1945 pada pasal 33 ayat (3) yang berbunyi: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka dari itu dari seluruh kegiatan pertambangan diharapkan adanya dampak terhadap kesejahteraan rakyat Indonesia secara berkeadilan.

Aktivitas pertambangan tidak lepas dari adanyan konflik antara perusahaan tambang dan masyarakat hal itupun yang terjadi dengan masuknya industri pertambangan di sangihe yaitu konflik yang timbul antara PT. Tambang Mas Sangihe (PT. TMS) dan Masyarakat Sangihe. Hadirnya PT. TMS menuai berbagai macam polemik diantaranya ada pihak yang pro PT. TMS untuk menambang di pulau sangihe dan juga ada yang kontra mengenai hal ini. Masyarakat yang menolak merasa bahwa apabila PT. TMS menambang di pulau sangihe dipandang akan memberi dampak kerusakan pada lingkungan, ketahanan pulau, dan jaminan ruang hidup yang memungkinkan terkikis bahkan terampas. Sedangkan dengan hadirnya PT. TMS di pulau sangihe berpotensi akan mendorong perekonomian dikarenakan tambang merupakan industri yang strategis dimana dapat memberikan manfaat bagi perekonomian domestik dan sejauh ini berdasarkan data perbandingan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Utara dan Sangihe. Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan masih berada pada angka tertinggi pada Produk Domestik Bruto (PDB) 2018 yaitu 813,859,55 sedangkan pertambangan pada PDB 2018 sebesar 188,117,39. Angka tersebut sangat rendah dibandingkan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sedangkan sumber daya alam yang berada di dalam perut bumi sangihe memiliki potensi yang lebih dari penyumbang PDB terbesar saat ini di kabupaten sangihe. Oleh sebab itu pengoptimalan pemberdayaan sumber daya alam di wilayah kabupaten sangihe diperlukan mengingat hal tersebut merupakan amanat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

  1. TMS dipandang akan mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di kepulauan sangihe, bila dilihat dari sisi positifnya aktivitas pertambangan yang dilakukan ini dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar dan dengan itu kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat meningkat. Sedangkan jika aktivitas pertambangan tersebut dibuka dapat menyebabkan kerugian dan kerusakan lingkungan yang mengakibatkan lahan akan tergerus dan semakin kecil perkebunan yang dimiliki masyarakat konsekuensinya para petani pala, cengkeh dan kopra sebagai komoditas pertanian masyrakat sangihe akan kehilangan garapannya, dan terutama luas wilayah eksplorasi PT. TMS akan mempengaruhi kelangsungan habitat flora dan fauna yang terancam punah.

Saat beroperasinya PT. TMS tentu sudah memenuhi syarat pertambangan yang ditetapkan pemerintah, dikeluarkannya Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) melalui Surat Keputusan (SK) Nomor 163.K/MB.04/DJB/202, Tertanggal berlaku sejak 29 Januari 2021 dan berakhir pada 28 Januari 2054 dengan luas wilayah kontrak kerja sebesar 42.000 hektar atau setara 420 KM persegi meliputi 7 kecamatan, 48 kampung dengan 58 ribu penduduk. Di sisi lain aktivitas tambang rakyat yang berada di lokasi kampung bowone dan binebas, Kepulauan Sangihe dilakukan masyarakat sendiri bersifat illegal hingga kini terus beroperasi, dan dari segi keselamatan dapat membahayakan keselamatan masyarakat itu sendiri.

Beroperasinya PT. TMS ini bisa menjadi ladang bagi pihak-pihak tertentu untuk mencari keuntungan misalnya dengan meminta pungutan tertentu seperti dalam pengurusan surat-surat izin dan berbagai hal lain atau sebaliknya dengan keberadaan tambang tersebut akan meningkatkan pendapatan daerah Sangihe dan menjadi ladang mata pencaharian baru yang lebih menjanjikan bagi masyarakat Sangihe. Namun Izin lingkungan dapat dibatalkan apabila:

  1. Persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi;
  2. Penerbitan tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau UKL-UPL; atau
  3. Kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen Amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
  4. Selain hal tersebut, pada huruf a sampai dengan huruf d, izin lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara35 dan/ atau dicabut.

Serangkaian polemik yang timbul atas masuknya pertambangan di Kabupaten Kepulauan Sangihe bukan berarti tidak mempunyai solusi atau jalan keluar. Dan disini penulis mencoba menggali lebih jauh dampak dan gejala sosial yang timbul dari masuknya PT. TMS di Kabupaten Kepulauan Sangihe dengan gambaran kondisi sosial masyarakat di Sangihe saat ini.

  1. Dampak Lingkungan dan Budaya Masuknya Industri Pertambangan

Sifat Hakiki kegiatan pertambangan adalah membuka lahan dan menggali Sumber daya alam/tambang. Oleh karena itu setiap aktivitas pertambangan pasti akan mengubah bentang alam. Adapun beberapa dampak lingkungan dengan pengoperasian tambang yaitu sebagai berikut:

  • Tanah

Usaha pertambangan dalam waktu relatif singkat dapat mengubah bentuk topografi tanah dan keadaan muka tanah (land impact) sehingga dapat mengubah keseimbangan sistem ekologi bagi daerah sekitarnya. tanah pastinya mengalami pencemaran akibat pertambangan, yaitu terdapatnya lubang-lubang besar yang tidak mungkin ditutup kembali yang menyebabkan terjadinya kubangan air dengan kandungan asam yang sangat tinggi.

Air Kubangan tersebut mengadung zat kimia seperti Fe, Mn, SO4, Hg dan Pb. Fe dan Mn dalam jumlah banyak bersifat racun bagi tanaman yang mengakibatkan tanaman tidak dapat berkembang dengan baik. SO4 berpengaruh pada tingkat kesuburan tanah dan PH tanah, akibat pencemaran tanah tersebut maka tumbuhan yang ada diatasnya akan mati.

  • Meningkatnya Ancaman Tanah Longsor

Dari hasil observasi di lokasi penambangan emas secara tradisional di lapangan ditemukan bahwa aktivitas penambangan berpotensi meningkatkan ancaman tanah longsor. Dilihat dari teknik penambangan, dimana penambang menggali bukit tidak secara berjenjang (trap-trap), namun asal menggali saja dan nampak bukaan penggalian yang tidak teratur dan membentuk dinding yang lurus dan menggantung (hanging wall) yang sangat rentan runtuh (longsor) dan dapat mengancam keselamatan jiwa para penambang.

  • Hilangnya Vegetasi Penutup Tanah

Penambang (pendulang) yang menggali tanah atau material tidak melakukan upaya reklamasi atau reboisasi di areal penggalian, tapi membiarkan begitu saja areal penggalian dan pindah ke areal yang baru. Tampak di lapangan bahwa penambang membiarkan lokasi penggalian begitu saja dan terlihat gersang. Bahkan penggalian yang terlalu dalam membetuk kolam-kolam pada permukaan tanah yang kedalamannya mencapai 3-5 meter.

  • Erosi tanah.

Areal bekas penggalian yang dibiarkan begitu saja berpotensi mengalami erosi dipercepat karena tidak adanya vegetasi penutup tanah. Kali kecil yang berada di dekat lokasi penambangan juga terlihat mengalami erosi pada tebing sisi kanan dan kirinya. Selain itu telah terjadi pelebaran pada dinding tebing sungai, akibat diperlebar dan diperdalam guna melakukan aktivitas pendulangan dengan memanfaatkan aliran kali untuk mencuci tanah.

  • Air

Penambangan secara langsung menyebabkan pencemaran air, yaitu dari limbah tersebut dalam hal memisahkan batubara dengan sulfur. Limbah pencucian tersebut mencemari air sungai sehingga warna air sungai menjadi keruh, asam, dan menyebabkan pendangkalan sungai akibat endapan pencucian batubara tersebut. Limbah pencucian batubara setelah diteliti mengandung zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi. Limbah tersebut mengandung belerang (b), merkuri (Hg), asam slarida (HCn), mangan (Mn), asam sulfat (H2SO4), dan timbal (Pb). Hg dan Pb merupakan logam berat yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit.

  • Sedimentasi dan Menurunnya Kualitas Air

Aktivitas penambangan emas secara tradisional yang memanfatkan aliran kali membuat air menjadi keruh dan kekeruhan ini nampak terlihat di saluran primer yakni kali Anafre. Pembuangan tanah sisa hasil pendulangan turut meningkatkan jumlah transport sedimen.

  • Hutan

Penambangan dapat menghancurkan sumber-sumber kehidupan rakyat karena lahan pertanian yaitu hutan dan lahan-lahan sudah dibebaskan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan adanya perluasan tambang sehingga mempersempit lahan usaha masyarakat, akibat perluasan ini juga bisa menyebabkan terjadinya banjir karena hutan di wilayah hulu yang semestinya menjadi daerah resapan aitr telah dibabat habis. Hal ini diperparah oleh buruknya tata drainase dan rusaknya kawan hilir seperti hutan rawa.

  • Laut

Pencemaran air laut akibat penambangan terjadi pada saat aktivitas bongkar muat dan tongkang angkut batubara. Selain itu, pencemaran juga dapat mengganggu kehidupan hutan mangrove dan biota yang ada di sekitar laut tersebut.

Proses pertambangan tidak hanya berdampak pada sisi lingkungan, namun masuknya industri pertambangan diikuti dengan dampak-dampak yang lain, tidak terkecuali dampak terhadap perubahan sosial budaya masyarakat sekitar lokasi pertambangan.

Perubahan sosial budaya muncul diawali perubahan pada struktur sosial dan pola budaya dalam masyarakat. Sikap dan sifat selalu ingin terjadi perubahan inilah yang kemudian menciptakan berbagai hal baru, termasuk terjadinya perubahan kebudayaan. William Ogburn, seperti tertulis dalam modul Sosiologi (Kemdikbud 2016) menyatakan ruang lingkup perubahan sosial mencakup unsur-unsur budaya secara material dan immaterial. Manusia dan budaya adalah satu kesatuan. Tanpa manusia maka tidak ada budaya. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat disertai dengan perubahan kebudayaan, dan begitu juga sebaliknya.

Ketika muncul unsur baru dalam budaya maka akan terjadi perubahan pada masyarakat. Perkembangan satu perubahan budaya, akan diikuti perubahan lainnya. Oleh sebab itu, setiap terjadi perubahan budaya akan membawa dampaknya masing-masing. Baik dampak perubahan budaya yang bersifat positif maupun negatif.

Perubahan sosial budaya mempunyai faktor yang melatar belakangi terjadinya sebuah perubahan pada masyarakat yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal perubahan budaya yang bersumber dari masyarakat itu sendiri yakni:

  • Bertambah dan berkurangnya penduduk
  • Penemuan-penemuan baru (discovery dan invention)
  • Konflik dalam masyarakat
  • Terjadinya pemberontakan atau revolusi di dalam masyarakat

Faktor eksternal yang melatar belakangi terjadinya perubahan budaya masyarakat yakni:

  • Sebab yang berasal dari lingkungan alam, seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus.
  • Peperangan
  • Pengaruh dari kebudayaan masyarakat lain.

Bila melihat faktor-faktor terjadinya perubahan sosial pada masyarakat diatas maka dengan masuknya pertambangan konvensional pada suatu tempat dapat kita tarik dalam faktor internal yaitu penemuan baru dan faktor eksternal yaitu masuknya orang asing yang kemudian berasimilasi atau berakulturasi dengan masyarakat setempat setelah beroprasinya pertambangan dalam suatu daerah.

Perubahan budaya dengan masuknya pertambangan dapat dilihat bagaimana perubahan sosial budaya dalam penelitian yang dilakukan oleh,  (David Sianturi, 2021) berjudul “Perubahan Sosial Masyarakat Sekitar Tambang PT. Dairi Prima Mineral (PT. DPM) Desa Sopokomil Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi”, Perubahan kehidupan masyarakat di Desa Sopokomil sebelum kehadiran PT. Dairi Prima (PT. DPM) menunjukan terjadi perubahan-perubahan sosial budaya dengan masuknya tambang dilihat pada masyarakat desa sopokomil yang dulunya bermata pencaharian dalam sektor agraris kini beralih ke sektor industri banyaknya masyarakat melakukan proses penjualan tanah kepada pihak perusahaan tambang dengan harga yang sangat tinggi dan masyarakat yang menjual tanahnya dijanjikan untuk bekerja di sektor industri. Keberadaan kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT. DPM ini memicu timbulnya mentalitas masyarakat yang lebih cenderung individualistis, materialistis, dan rusaknya tatanan sosial dalam masyarakat, serta hubungan kekerabatan warga masyarakat mulai merenggang.

Sehingga dengan masuknya pertambangan pada suatu tempat terjadi perubahan budaya dalam sosio budaya pada masyarakat tersebut. Bahkan dalam keluarga mereka sendiri sering terjadi perselisihan karena membela kepentingan dirinya dengan perusahaan, Namun setelah terjadi konflik horizontal nilai budaya mengalami pergeseran di desa sopokomil. contohnya adalah nilai budaya yang berkenaan dengan masalah hubungan manusia dengan sesama yaitu mengenai gotong royong/tolong menolong.

Di desa sopokomil ini aktifitas gotong royong atau tolong menolong meliputi tolong menolong dalam aktifitas pertanian atau mata pencaharian, tolong menolong dalam aktifitas sekitar rumah tangga/kemasyarakatan, tolong menolong dalam aktifitas upacara pesta, dan ada juga tolong menolong dalam peristiwa kecelakaan, bencana dan kematian. Hal ini lah yang menunjukkan adanya suatu nilai budaya yang ada di desa sopokomil.

Setelah hadirnya PT. DPM di desa Sopokomil, terjadi perubahan seperti halnya Generasi muda di Desa Sopokomil mulai kehilangan minat untuk bertani, mereka lebih suka bekerja pada perusahaan atau pekerjaan yang memberikan gaji yang bisa langsung dinikmati. Akan tetapi bahaya jangka panjang yang tidak kasat mata disini adalah masyarakat lama kelamaan akan sangat tergantung kepada perusahaan bahkan tidak bisa hidup tanpa perusahaan. Pertanian hancur, masyarakat menjadi pekerja kasar di pertambangan, tanpa ada jaminan hak-haknya sebagai pekerja.

Masuknya PT Tambang Mas Sangihe (PT.TMS) sebagai industri pertambangan pertama di Kabupaten Sangihe tidak memungkiri akan terjadi sebuah perubahan sosial budaya pada masyarat sangihe, sama halnya dengan daerah lain yang telah lebih dahulu dijamah oleh perusahaan pertambangan, dikeluarkannya Izin Lingkungan (AMDAL) oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Utara  dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) melalui Surat Keputusan (SK) Nomor 163.K/MB.04/DJB/202, Untuk beroprasinya PT.TMS di Kabupaten Sangihe dengan luas wilayah kontrak kerja sebesar 42.000 hektar atau setara 420 KM persegi, dimana luas wilayah kontrak kerja ini lebih dari setengah luas wilayah dari kepulau sangihe yang akan berpengaruh dalam tata sosial budaya masyarakat setempat.

Bila melihat besarnya bentang izin wilayah eksplorasi ini disinyalir berdampak juga pada hilangnya ruang untuk hidup bagi masyarakat sangihe yang tersebar di 7 kecamatan, 48 kampung dan didalamnya bermukim 58 ribu penduduk sehingga sebagai konsekuensi logisnya, beberapa masyarakat yang bermukim dalam wilayah tersebut akan berimgrasi atau pindah ke tempat yang baru meninggalkan tempat tinggal mereka serta menanggalkan mata pencaharian utama sebagai petani dan nelayan yang telah digeluti sejak dahulu kala. Dampak lain dengan adanya perusahaan tambang yaitu masuknya pekerja dari luar daerah yang membuat terjadinya sebuah asimilasi atau akulturasi budaya bagi pendatang baru dengan masyarakat sangihe di lokasi pertambangan dan hal tersebut sebagai faktor terjadinya perubahan budaya pada masyarakat.

Sehingga kehadiran PT. TMS dapat mempengaruhi kelestarian dan kelangsungan budaya yang ada di sangihe dan secara tidak langsung mengikis serta menggerus nilai-nilai budaya lokal karena terbentuk percampuran budaya baru dengan asimilasi atau akulturasi budaya atas masuknya tambang, mengingat luas wilayah eksplorasi PT. TMS hampir setengah pulau sangihe yang didiami mayoritas suku sangihe, maka nilai-nilai positif budaya dan tradisi masyrakat sangihe yang terjalin erat berupa gotong royong yang sarat dengan masyarakat tradisional diangap akan berubah menjadi masyarakat modern yang individualistis, perubahan gaya hidup bergantung pada alam akan berubah menjadi masyarakat konsumtif dengan pengaruh masuknya sebuah perusahaan tambang dan juga akan berdampak pada aspek tertentu dalam sosial budaya masyarakat sangihe.

Berkaca pada daerah lain seperti masuknya perusahaan tambang konvensional di Desa Sopokomil Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi, akan menimbulkan konflik horizontal dalam masyarakat karena kepentingan masing-masing masyarakat dengan adanya pertambangan. Dan hal tersebut bisa terjadi di Sangihe, dengan akan beroprasinya PT.TMS berpotensi menimbulkan pergesekan sosial antar masyarakat yang pro terhadap PT.TMS dan masyarakat kontra dengan keberadaan PT.TMS di kabupaten sangihe. Selisih pendapat dan kepentingan masing-masing masyarakat dalam pertambangan dapat menyebabkan kerenggangan sosial dalam masyarakat sangihe akibatnya berpengaruh pada sosial budaya masyarakat setempat.

Namun bila membahas persoalan beroprasinya PT. TMS maka tidak etis jika dikaji dampak negatifnya saja. Masuknya PT. TMS di Sangihe secara hipotesis kami juga akan membawa dampak positif pada sosial budaya masyarakat yaitu dengan berkurangnya jumlah pengangguran dan menambah penghasilan masyarakat yang diserap dari sektor perusahaan pertambangan. Juga mindset masyarakat berubah untuk hidup yang modern, gaya hidup yang dimaksudkan adalah perubahan gaya hidup seperti pola pikir yang lebih maju baik terhadap pendidikan maupun tingkah laku, penampilan dan juga gaya berbicara yang sudah mengikuti gaya hidup yang modern, perubahan tersebut tidak akan terjadi tanpa adanya sebab dan akibat. Masuknya tambang memberikan pengaruh atau perubahan yang besar pada masyarakat.

2. Dampak Sosial Ekonomi

Sejalan dengan masukanya PT.TMS di pulau sangihe dapat dipastikan akan berdampak bagi kehidupan masyarakat di sana, pola bersosialisasi ataupun pemenuhan kebutuhan tentunya akan mengalami perubahan dan diharapkan akan meningkatkan taraf hidup masyarakat pulau sangihe. dapat kita lihat beberapa daerah yang mengalami kemajuan sejak beroprasinya tambang konvensional seperti pertambangan emas di desa Ciguha, kecamatan Nanggung, kabupaten bogot, Jawa Bara atau disebut Pongkor yang dikelola oleh PT Aneka Tambang Tbk (persero) yang mengupayakan adanya inovasi sosial yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat disekitar lokasi pertambangan dengan pendekatan terhadap para penambang ilegal untuk memperbaiki keadaan disana karena pada waktu itu situasi sosial di gunung pongkor sudah tidak sehat, serta adanya pendekatan pada masyarakat sekitar untuk menghentikan upaya penambangan ilegal yang sangat mencemari lingkungan.

Adapun upaya penanaman pohon kembali di area pertambangan ilegal, peningkatan kulitas sungai yang sudah tercemar dan kini telah menjadi tempat wisata menandakan sungai sudah tidak lagi tercemar, adapun upaya pengembangan di bidang peternakan dan pertanian, juga penyediaan air bersih, pembangunan fasilitas kesehatan, serta pendampingan usaha bagi masyarakat perusahaan juga berkomitmen untuk berupaya mengurangi dampak dari aktifitas pertambangan.Dengan apa yang telah dilakukan oleh PT.ANTAM dapat mencerminkan dampak positif dan bisa dilihat bahwa sangat bertentangan dengan pandangan negatif masyarakat awam tetang perusaahaan tambang, hadirnya PT.TMS di pulau sangihe diharapkan pula akan berdampak baik pada sosial ekonomi di pulau sangihe seperti akan dibangun fasilitas kesehatan ataupun pengadaan air bersih serta pendidikan yang akan lebih baik, diharapkan pula perekonomian masyarakat yang akan semakin baik lewat diperkerjakannya masyarakat-masyarakat sekitar yang berpotensi, ataupun pemberdayaan di bidang perekonomian lainnya berdasarkan data Produk Domestik Bruto yang pada tahun 2018 Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan masih berada pada angka tertinggi yaitu 813,859,55 sedangkan sedangkan pertambangan pada PDB 2018 sebesar 188,117,39.

Dengan hadirnya PT TMS diharapkan sektor pertambangan akan mengalamin kenaikan yang akan melampaui  angka tertinggi yang ada saat ini yaitu sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Dari dampak yang sekiranya akan timbul dengan hadirnya PT.TMS di pulau sangihe sangatlah rugi jika mendapat penolakan dari masyarakat sekitar serta tidak masuknya PT.TMS di pulau sangihe tidak menjamin hal-hal yang di khwatirkan oleh masyarakat seperti kerusakan lingkungan ataupun terkikisnya kebudayaan untuk tidak terjadi maka dari itu Diperlukan kerjasama dan dukungan dari masyarakt Sangihe mengingat adanya tujuan yang baik dari PT.TMS.

Namun jika dilihat dari sudut pandang masyarakat sangihe yang menolak adanya PT.TMS tentu saja bukan tanpa alasan dan pertimbangan didalamnya yaitu pertambangan mengancam setengah pulau atau sudah memakan 57% dari luas pulau sangihe  Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah mengatakan, “Opsi ekonomi di luar opsi pertambangan, karena pertambangan menurut warga ada dampak dan daya rusak yang besar. Potensi keindahan alam yang diharapkan pemerintah secara kreatif bisa kembangkan sektor lain” masyarakat pun keberatan dengan sudah adanya izin tanpa melibatkan masyarakat.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, kepulauan ini seharusnya terlarang untuk aktivitas pertambangan masyarakatpun khawatir dengan akan adanya tambang emas maka sumper penghidupan masyarakat yang adalah nelayan dan petani akan hilang karena adanya dampak kerusakan lingkungann serta lahan-lahan pertanian yang akan menjadi lokasi pertambangan dikhawatirkan pula akan mendorong masifnya bencana alam yaitu longsonr dan banjir Gunung Sahendaruman yang berada di pulau sangihe juga menjadi rumah terakhir bagi burung endemik seriwang sangihe (Eutrichomyias rowleyi) atau disebut manu’ niu oleh masyarakat lokal. Spesies ini sempat hilang selama 100 tahun sebelum muncul kembali 20 tahun lalu. Survey Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia) pada 2014 memperkirakan populasinya antara 34 hingga 119 individu di seluruh dunia. Tak hanya manu’ niu, ada sembilan jenis burung endemik lain yang terancam jika PT Tambang Mas Sangihe beroperasi. Empat diantaranya berstatus kritis dan lima rentan. Semuanya berhabitat di hutan lindung Gunung Sahendaruman. Adapun ketakutan masyarakat dengan terkikisnya budaya lokal karena dengan adanya perusahaan tambang akan datang banyak pekerja-pekerja dari luar, dengan tidak adanya PT TMS di pulau sangihe dianggap akan berdampak baik pada lestarinya lingkungan serta terjaganya budaya lokal masyarakat sangihe sehingga bisa memajukan perekonomian lewat sektor pariwisata ataupun sektor-sektor lain yang berpotensi diluar pertambangan karena kerusakan lingkungan dengan adanya pertambangan sangatlah sulit untuk diperbaiki. Dalam proses pembebasan lahan pun masyarakat merasa keberatan dengan harga tanah yang ditawarkan oleh PT TMS yaitu hanya sebesar Rp. 5.000 per meter dan dirasa angka tersebut cukup rendah untuk harga tanah yang akan dijadikan lokasi pertambangan dengan alasan-alasan tersebutlah masyarakat Sangihe bersikeras menolak PT TMS dan mengharapkan pemerintah dapat lebih kreatif dalam membangun perekonomian masyarakat tanpa adanya perusahaan tambang

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas maka dapat kita simpulkan dalam beberapa bagian poin penting seperti:

  1. Keberadaan PT.Tambang Mas Sangihe (TMS) dengan membuka lahan pertambangan di Kabupaten Kepulauan Sangihe mendapat penolakan dari masyarakat. Masyarakat kepulauan sangihe meyakini bahwa keberadaan pertambangan dapat merusak lingkungan, yang pada letak geografis memiliki nilai strategis yang tinggi juga kekayaan hasil galian yang melimpah. Hal inilah yang menjadikan Sangihe wilayah yang tepat bagi PT.TMS untuk mendirikan usaha tambangnya.
  2. Masuknya pertambangan pada suatu tempat juga mengancam keberadaan dan kelestarian sosial budaya pada daerah tersebutdengan berkaca yang terjadi pada daerah-daerah yang lain. Sejalan dengan hal tersebut masuknya PT.TMS di pulau sangihe dapat dipastikan akan berdampak bagi kehidupan masyarakat disana, pola bersosialisasi ataupun pemenuhan kebutuhan tentunya akan mengalami perubahan dan diharapkan akan meningkatkan taraf hidup masyarakat pulau sangihe.
  3. Industri pertambangan dengan masuknya  PT.TMS akan berdampak pada kondisi sosial ekonomi masyarakat di pulau sangihe seperti dibangunnyafasilitas penunjang untuk kesehatan, pendidikan, pengadaan air bersih, dan tentunya meningkatnya pendapatan daerah hal tersebut membawa perekonomian masyarakat yang semakin baik dengan terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat-masyarakat sekitar pertambangan, juga pemberdayaan dibidang perekonomian yang lain. Dan terpenting dari dampak-dampak masuknya perusahaan pertambangan di Sangihe yaitu bagaimana PT.TMS , pemerintah serta masyarakat sangihe dapat menjalankan amanat konstitusi dan undang-undang demi menjaga ketertiban untuk kesejahtraan bangsa dan negara, khususnya dengan diberinya izin TMS oleh pemerintah untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi kandungan emas di Kabupaten Kepulauan Sangihe.

SARAN

Adapun beberapa saran yang kiranya dapat bermanfaat sebagai acuan bagi para pembaca adalah sebagai berikut:

  1. Diharapkan agar dampak lingkungan dan budaya menjadi prioritas dari pengelolah tambang serta adanya kerja sama dari masyarakat agar tercapainya aktifitas pertambangan yang ramah terhadap lingkungan
  2. Kiranya masyarakat lebih terbuka dalam melihat aktifitas pertambangan dari berbagai arah dan tidak menolak tanpa adanya pertimbangan yang matang karena pertambangan sangat berpotensi meningkatkan perekonomian suatu daerah agar tercapainya peningkatan taraf hidup masyarakat daerah pertambangan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Dwi Haryadi, “Pengantar Hukum Pertambangan Mineral dan Batu Bara”, (2018), Bangka Belitung: UBB PRESS, Hal 3.

Ahmad Redi, “Hukum Penyelesaian Sengketa Pertambangan Mineral dan Batu Bara (2016). Sinar Grafika, Hal. 37-38

Retno Damayanti, “Aksi Hijau Lingkar Tambang”,(2019). Bandung: tekMIRA Press. Hal 6.

Journal:

Ningrum, E. Konsep Waktu, Perubahan, dan Kebudayaan. Dikutip kembali dalam Rahman, Monalisa. “Perubahan Sosial Budaya Dan Keterkaitannya Terhadap Pembelajaran Ips.” (2021). Hal 5-6

Sianturi, David. “Perubahan Sosial Masyarakat Sekitar Tambang Pt. Dairi Prima Mineral (Pt. Dpm) Desa Sopokomil Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi.” (2021). Hal. 23-24

Horomaeng, N., Rumate, V. A., & Niode, A. O. (2020). Analisis Potensi Daerah Secara Sektoral Berdasarkan Pdrb Di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 20(01). Hal 62

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Dasar 1945

UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Internet:

https://kontras.org/wp-content/uploads/2021/08/Laporan-Investigasi-Kepulauan-Sangihe.pdf (Diakses  Januari 2022)

https://dlhk.bantenprov.go.id/upload/article/Kerusakan%20Lingkungan%20Akibat%20Pertambangan.pdf (Diakses Januari 2022)

https://tirto.id/dampak-perubahan-budaya-terhadap-kehidupan-masyarakat-gefyY (Diakses Januari 2022)

https://ekonomi.bisnis.com/read/20211217/44/1478856/nasib-gunung-pongkor-di-ujung-tanduk-tambang-emas-yang-dikelola-antam (Diakses Januari 2022)

https://www.cnbcindonesia.com/news/20210625190039-4-256081/ini-alasan-warga-tolak-tambang-emas-di-sangihe(Diakses Januari 2022)

 

 

  • Bagikan