Apakah Kasus Suap dalam Politik akan Terjadi dalam Pemilu 2024?

  • Bagikan
Ferry Daud Liando (Sumber: Instagram)

actadiurna.id– Dalam Pemilu 2024, Ferry Daud Liando sebagai Dosen Kepemiluan Fakultas Ilmu Soaial dan Politik (Fispol) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) mengungkapkan bahwa akan ada upaya untuk menodai kualitas pemilu yaitu Caleg yang mendapat dukungan suara dengan menyuap pemilih, Sabtu (20/5/2023).

Tingkah laku dari caleg yang telah didaftarkan sangat terlihat jelas terkait menyuap

“Gelagat itu terbaca pada daftar caleg yang baru saja didaftarkan parpol pada KPUD baru-baru ini,” jelas Dosen Kepemiluan FISIP Unsrat tersebut.

Liando menjelaskan bahwa, sebagian nama-nama caleg yang diajukan memiliki reputasi dan citra yang minim hal ini terjadi karena buruknya pengalaman tentang kepemimpinan dalam organisasi sosial dan sistem proporsional daftar terbuka, tidak menutup kemungkinan jika caleg yang tidak dikenali akan dipilih oleh masyarakat.

“Pilihan masyarakat akan tergantung pada hubungan emosional dengan caleg,” ungkap Liando.

Hubungan secara emosional dapat dikembangkan jauh sebelum didaftarkan oleh parpol. Sehingga caleg itu telah lebih dekat dan disenangi publik baik karena pengalaman kepemimpinannya atau karena reputasinya.

“Bisa saya pastikan dengan buruknya reputasi sebagian besar caleg maka cara untuk mendapatkan dukungan adalah membeli suara melalui suap atau sogokan,” ujar Liando.

Ferry juga mengatakan jika caleg yang terpilih karena membeli suara, nihil memperjuangkan kepentingan rakyat di parlemen nanti.

Situasi itu terjadi karena kapasitasnya yang rendah atau karena tidak ada tanggung jawabnya untuk memperjuangkan kepentingan publik, sebab suara pemilih saat kampanye hanya dibeli.

“Permainan politik uang selain hanya membuka ruang bagi caleg yang tidak berkualitas, juga akan menghalangi terpilihnya caleg-caleg berkualitas,” jelas dosen Kepemiluan tersebut.

Dalam daftar nama-nama caleg yang diajukan parpol terdapat juga nama-nama memiliki kemampuan, prestasi, dan reputasi. Tapi, caleg-caleg berkualitas itu berpotensial akan terancam sebab pemilih akan cenderung memilih caleg yang memberinya uang atau berupa imbalan lain.

Meninjau kembali pengalaman pemilu 2019, ditemukan kasus caleg yang punya reputasi bagus dan dia terkenal cukup kaya dengan materi. Tapi, karena ingin menjaga moralitasnya, ia memutuskan untuk tidak membeli suara pemilih.

Harapannya bahwa perlu membangun kesadaran rakyat untuk menghindari permainan jahat ini. Sebab tidak menutup kemungkinan seorang caleg akan menjadi pemimpin politik yang baik dan benar jika cara-cara untuk mendapatkan jabatan dan kekuasaan melalui cara menyuap atau membeli suara.

“Kalau sudah begini jangan berharap pemilu akan mengubah nasib publik jika caleg yang terpilih dilakukan-nya melalui cara-cara curang dan tidak beradab,” tutup Liando.

 

Reporter: Mesias Rombon

Redaktur: Meiling Siape

  • Bagikan